Oleh : Irvan Mawardi dan Makhrus Ahmadi
PENDAHULUAN
Tiap sejarah memiliki dinamika dan pelaku sejarahnya
sendiri. Sejarah bisa jadi kenangan indah dan muram, salah satunya adalah
dengan bagaimana sejarah itu ditulis—sebagai bentuk warisan pada generasi
berikutnya. Hal itulah yang menggetarkan hati penulis untuk melanjutkan
penulisan sejarah dan perkembangan Pimpinan Cabang Ikatan Mahasiswa
Muhammadiyah (PC IMM) AR. Fakhruddin kota Yogyakarta sebagai bentuk tanggung
jawab dan kepedulian
seorang kader yang pernah lahir dalam rahim pergerakan yang sama. Sehebat dan
semonomental apapun dinamika sejarah dan pelakunya, jika ia tidak pernah berani
untuk ditulis. Maka, ia hanya akan menjadi dongeng dan terhempas dari kubangan
sejarah.
Artikel ini, terbagi atas dua
pandangan beda generasi. Pertama, artikel yang penah ditulis oleh Irvan Mawardi, selaku Ketua Umum PC IMM AR. Fakhruddin kota
Yogyakarta pertama
beberapa tahun silam. Yang isinya menjelaskan dinamika sejarah pembentukan PC IMM AR. Fakhruddin
itu sendiri. Sekalipun dalam beberapa bagian
artikel tersebut disesuaikan oleh penulis kedua—agar menyamakan persepsi penulisan
dalam bentuk satu artikel, tanpa mengurangi inti dari artikel pertama tersebut.
Kedua, menjelaskan mengenai perkembangan PC IMM AR. Fakhruddin kota Yogyakarta setelah generasi pertama
hingga generasi yang kini sedang berjalan—hal tersebut didasarkan pada
pengalaman, arsip dan wawancara penulis kedua, khususnya pada saat menjabat
sebagai Kabid Organsisasi PC IMM AR. Fakhruddin dan Sekretaris Umum DPD IMM DIY. Barangkali,
artikel yang kami tulis ini, tidak bisa memuaskan dan mewakili semua kader yang
pernah lahir dalam rahim PC IMM AR. Fakhruddin kota Yogyakarta. Atau bahkan ada hal yang belum
dibahas secara jauh dan detail: yang bisa jadi merupakan keterbatasan penulis
dalam menyajikan data dan fakta terkait apa yang sedang kami tulis. Oleh sebab
itu, adanya bentuk antitesis sebagai ruang saling mengoreksi dan melengkapi
menjadi sebuah keharusan—agar tidak menjadi kacamata kuda sejarah dan gerakan
yang saling tumpang tindih.
PEMBAHASAN
Dialektika sejarah menghendaki
kita untuk selalu berpikir dan bergerak secara dinamis. Sejarah tahun 1960-an
yang menjadi setting sosial politik berdirinya IMM tentu berbeda dengan setting
sosial politik 1940 tahun kemudian. Perbedaan tersebut menjadi catatan penting,
ketika berbicara sejarah awal berdirinya PC IMM AR. Fakhruddin kota Yogyakarta. Realitas dan dinamika yang
berubah itu dapat ditinjau dari berbagai perspektif. Dalam persefektif
ideologis ketika itu: pertama, IMM dilahirkan dalam pemahaman pemikiran
keagamaan yang tidak seliberal dengan kondisi saat ini. Sebab pemahaman
pemikiran keagamaan mengalami keterbatasaan cakrawala dan referensi faktual ketika
IMM dilahirkan. Sehingga penggunaan simbol sebagai gerakan keagamaan secara
literal sangat menonjol memperkokoh paradigma gerakan sebagai gerakan dakwah.
Akan tetapi kondisi saat ini, dengan liberasi pemikiran keagamaan yang luar
bisa, dengan istilah dan pemaknaan yang bermacam-macam, maka paradigma gerakan
IMM senantiasa dituntut melahirkan rumusan-rumusan konsep keislaman yang
membumi dengan nalar profetik yang kuat.
Persepektif kedua, sebagai
sebuah gerakan perjuangan mahasiswa, yang sejatinya dilahirkan dalam rangka
membendung arus pergolakan politik. Tentu, saat ini tidak dapat lagi
mempertahankan posisi dalam konteks pergulatan politik semata. Akan tetapi,
lebih dari itu karakter gerakan yang dikehendaki founding fathers PC IMM AR. Fakhruddin
kota Yogyakarta ketika itu dalam konteks saat ini adalah “aksentuasi nalar
intelektual kritis” yang menjadi icon gerakan.
Konsistensi terhadap keterbukaan dan kritisme berpikir menjadi senjata utama
dalam melawan segala hegemoni agama, politik kekuasaan dan sendi-sendi
kehidupan lainnya. Heroisme di jalanan sebagai simbol perlawanan adalah hasil
dari pergulatan dan pemaknaan secara intelektual terhadap persoalan kebangsaan
yang saat ini semakin akut. Disi lain, aksentuasi “ teori kemahasiwaan” dalam
wujud gerakan intelektual kritis—dapat membendung arus pragmatisme dan
menguatnya syahwat kekuasaan dalam gerakan mahasiswa saat ini.
Pasca reformasi 1998. Sebenarnya
gerakan mahasiwa memiliki momentum yang tepat untuk senantiasa berada di garda
depan dalam mengawal proses demokratisasi bangsa ini. Mengingat mahasiwa
memiliki investasi kepercayaan kepada masyarakat, karena telah menumbangkan
Soeharto. Tapi ternyata peluang itu tidak dimanfaatkan secara baik. Mahasiswa
justru tidak lagi berhasrat lagi aktif di dunia gerakan. Ada semacam apatisme
di benak mahasiswa melihat realitas politik yang senantiasa bergejolak.
Mahasiswa back to campus dengan
paradigma baru study oriented. Belum
lagi cengkraman budaya kapitalisme yang semakin menina bobokan mahasiswa dengan
kesenangan materi dan melimpuhkan nalar kritis mereka. Dalam perspektif
organisatoris, kelahiran PC IMM AR. Fakhruddin kota Yogyakarta tidak lepas dari
dinamika perkembangan gerakan mahasiswa di Yogyakarta. Mengingat perkembangan
gerakan mahasiswa di awal dekade tahuan 2000-an mengalami kelesuan. Maka
segenap petinggi IMM Yogyakarta ketika itu memikirkan perubahan format
kewilayahan gerakan IMM. Permasalahan kewilayahan ini menjadi sorotan tajam
dalam merancang bangunan masa depan IMM Yogyakarta—dalam artian, sebelum tahun
2003, IMM Daerah Istimewa Yogyakarta hanya memiliki 2 Cabang, yakni PC IMM
Cabang Kota Yogyakarta dan PC IMM Cabang Sleman.
Pengertian Cabang dalam organisasi
IMM adalah institusi yang mengkoordinir komisariat di kampus-kampus. Secara
rasional dengan jumlah kampus di Yogyakarta amat sangat tidak memadai apabila
hanya dikawal oleh dua Pimpinan Cabang saja. Secara faktual saat itu—PC IMM
Kota Yogyakarta mengkoordinir 5 (lima) kampus yakni Universitas Muhammadiyah
Yogyakarta dengan 7 komisariat, Universitas Ahmad Dahlan dengan 5 komisariat
itu, Universitas Gajah Mada dengan 1 Komisariat, Akademi Kebidanan (sekarang
STIKES) Aisyiyah dengan 1 komisariat dan Universitas Wangsa Manggala (Unwama) dengan
1 komisariat. Artinya, PC IMM Kota Yogyakata mengawal 15 Komisariat. Sementara
PC IMM Sleman sendiri terdiri dari kampus IAIN dengan 5 komisariat dan
Universitas Negeri Yogyakarta dengan 1 Komisariat dengan total 6 Komisariat.
Pada tahap perkembanganya Dewan
Pimpinan Daerah IMM Daerah Istimewa Yogyakarta (DPD IMM DIY) menindaklanjuti
kondisi tersebut. Terutama saat Musyda DPD IMM DIY pada tanggal 11-13 November
2001 di Pusbang Kaliurang, tercetuslah ide adanya pemekaran wilayah untuk PC
IMM Kota Yogyakarta. Pertimbangan ide pemekaran tersebut pada saat itu
didasarkan pada dua hal. Pertama, sebagai efektifitas konsolidasi organisasi. Kedua,
penguatan basis kader dengan lebih memperhatikan kebutuhan kultur yang ada pada
setiap kampus. termasuk ketika ingin meningkatkan bargining position di wilayah politik IMM secara nasional—dengan
jumlah cabang yang cukup signifikan.
Berdasarkan pertimbangan
tersebut. Maka, lahirlah sebuah rumusan pemekaran berdasarkan pertimbangan
sektoral dan kebutuhan kultur yang direkomendasikan Musyda DPD IMM DIY saat
itu. Wujud konkrit dari pemekaran tersebut adalah DPD IMM DIY terdiri dari 5 Pimpinan
Cabang, yakni: pertama, Pimpinan Cabang UAD yang terdiri dari kampus UAD dan
kampus yang ada di wilayah Kota Yogyakarta bagian timur. Kedua, Pimpinan Cabang
Kota Yogyakarta, yang terdiri dari AKBID, STAIN dan kampus-kapus yang ada di
wilayah Kota Yogyakarta bagian tengah dan barat. Ketuga, Pimpinan Cabang UMY
yang terdiri dari UMY, Unwama dan kampus-kampus yang ada di Bantul. Keempat,
Pimpinan Cabang IAIN yang terdiri dari komisariat IAIN dan kampus-kampus yang
berada di wilayah Sleman Timur. Kelima, Pimpinan Cabang Sleman, yang terdiri
dari kampus UGM, UNY dan kampus-kampus di Sleman wilayah utara.
Rekomendasi Musyda itu menjadi
pertimbangan IMM Kota Yogyakarta yang saat itu dipimpin oleh Immawan Gintoro
dan sekretaris Immawan Bara Cita Mahendra untuk melakukan pemekaran. Alasannya,
dengan jumlah 15 komisariat bagi PC IMM Kota Yogyakarta, saat itu sangat tidak
mungkin mencapai dinamisasi organisasi dengan pertimbangan: pertama, jumlah komisariat yang demikian
banyak dan jarak geografis yang agak berjauhan menyulitkan konsolidasi gerakan,
baik dalam hal koordinasi organisasi: rapat, pelantikan maupun dalam proses
penguatan kader. Sehingga kaderisasi tidak dapat dimaksimalkan mengingat
kekuatan sudah terkuras dalam hal koordinasi semata. Kedua, kondisi jumlah komisariat yang banyak itu diperparah oleh
kondisi internal pimpinan cabang itu sendiri. Sudah menjadi tradisi—bahwa
transfer kader ke Pimpinan Cabang pasca Pimpinan Komisariat/Korkom ketika itu
tidak mudah. Kala itu, sangat sulit mengajak kader yang sudah tidak aktif lagi di
Pimpinan Komisariat untuk melanjutkan perjuangannya ke Pimpinan Cabang.
Akibatnya, dalam perjalanannya internal Pimpinan Cabang hanya diisi oleh
segelintir orang—bahkan periode terakhir Pimpinan Cabang hanya tinggal 2
orang—yang harus mengurusi 15 komisariat dengan berbagai kompleksitas
permasalahannya. Ketiga, dengan
kondisi demikian, sangat tidak mungkin mengharapkan IMM dapat melakukan
ekspansi dan penyebarluasan sayap kekuatan ke kampus lain atau menambah komisariat
dalam rangka mengantispasi kelesuan gerakan. Ketidakmampuan melakukan ekspansi
keluar itulah menjadikan gerakan IMM di tengah konfigurasi gerakan IMM Kota
Yogyakarta mandeg dan tidak memiliki
kontribusi signifikan.
Dengan kondisi internal
Pimpinan Cabang yang sangat terbatas tersebut. Agenda memperluas jaringan sudah
tidak tergarap mengingat kekuatan terkonsentrasi dalam konsolidasi Internal. Dengan
pertimbangan itulah, maka di akhir kepemimpinan Gintoro, tepatnya pada Musycab
tanggal 25-26 Januari 2003 bertempat di Aula kampus 1 UMY. Mulailah digagas ide
pemekaran PC IMM Kota Yogyakarta. Dinamika forum cukup menegangkan mengingat
terjadi polarisasi kekuatan antara Pro dan Kontra pemekaran. Adalah kader IMM
UAD yang paling ngotot menghendaki
pemekaran—mengingat mereka selama ini merasa terdzolimi dengan kondisi Pimpinan
Cabang saat itu. Mereka merasa, selama ini tidak pernah diperhatikan—mengingat
personal Pimpinan Cabang dari UAD ketika itu sudah tidak ada yang aktif
lagi—karena PC IMM Kota Yogyakarta didominasi oleh kekuatan kader IMM UMY.
Disisi lain, Immawan Irvan
Mawardi selaku Ketua Umum Korkom UMY saat itu menghendaki forum untuk
mempertimbangkan secermat-cermatnya ide pemekaran tersebut. Apalagi, kader IMM
UMY mengkhawatirkan ide pemekaran, hanya ekspresi kekecewaan saja tanpa
diiringi kesiapan struktur dan infrastrukur organisasi yang memadai. Dalam
perkembangannya, forum sempat mengabaikan ide pemekaran tersebut, akan tetapi
kembali menguat karena UAD tetap ngotot
adanya pemekaran. Namun dua poros IMM Cabang Kota Yogyakarta, yakni Korkom UMY
dan Korkom UAD menyadari betul bahwa pemekaran menjadi salah satu ikhtiar untuk
keluar dari kelesuan gerakan. Ya, kata kuncinya kelesuan gerakan, tidak ada
dinamisasi gerakan di tengah isu pergerakan yang semakin cepat yang seharusnya
dimotori Pimpinan Cabang yang nyaris lumpuh karena keterbatasan personal. Akhirnya, setelah berkompromi
dan musyawarah kedua belah pihak disepakatilah pemekaran PC IMM Kota Yogyakarta
dengan format 2 (dua) Pimpinan Cabang yakni: Pimpinan Cabang Kota Yogyakarta Timur
yang terdiri dari UAD dan STAIN (pada perkembangan selanjutnya berdiri
komisariat Akprind) dan Pimpinan Cabang Kota Yogyakatya Barat yang terdiri dari
UMY, AKBID dan Unwama. Pada hari itu juga (Musycab) terpilih ketua umum
masing-masing Pimpinan Cabang. Untuk Pimpinan Cabang Kota Yogyakarta Timur
terpilih Mufti Hakim dari UAD komisariat PSH (Pendidikan, Sastra dan Hukum)
mahasiswa jurusan Hukum. Sementara Pimpinan Cabang Kota Yogyakarta Barat terpilih
Irvan Mawardi, mahasiswa Fakultas Hukum UMY yang ketika itu juga masih menjabat
Ketua Umum Korkom UMY periode 2002/2003.
Pada perkembangan selanjutnya,
masing-masing Pimpinan Cabang mengganti nama cabangnya. Pimpinan Cabang Kota Yogyakarta
Timur menggunakan nama Pimpinan Cabang Ahmad Dahlan (Pendiri dan Ketua PP
Muhammadiyah pertama). Begitu pula dengan Pimpinan Cabang Kota Yogyakarta Barat
yang menggunakan nama Pimpinan Cabang IMM AR. Fakhruddin (Ketua PP Muhammadiyah
yang paling lama dan menyejarah). Selain itu, penggunaan PC IMM AR Fakhruddin
sebagaimana ditegaskan oleh Irvan Mawardi—tidak bisa dilepaskan dari sosok berkharismatik
seorang Pak AR dalam memimpin Muhammadiyah. Namun, PC IMM Ahmad Dahlan setelah sowan (silaturrahim) kepada Ibu Elida
Djazman (Istri Pak Djazman Alkindi, pendiri IMM). Kemudian mengganti kembali
dengan nama PC IMM Djazman Al Kindi. Kedua Pimpinan Cabang IMM ini berada di
Kota Yogyakarta. Terpilihnnya Irvan Mawardi sebagai Ketua Umum pertama PC IMM
AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta menyebabkan Korkom IMM UMY mengalami kekosongan.
Maka, untuk mengisi kekosongan Ketua Umum Korkom UMY tersebut, dipilihlah
Immawati Dewi Nadhipah (FAI UMY), yang saat itu menjadi Wakil Ketua Korkom
untuk menjadi Pjs Ketua Umum Korkom IMM UMY sampai akhir periode, mengingat
kepengurusan tersebut masih tersisa 3 bulan masa kerja.
Pada awal kepemimpinan PC IMM
AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta. Susunan pengurus masih belum lengkap karena
keterbatasan personal (kader). Namun, selengkapnya pengurus yang dilantik oleh DPD
IMM DIY (Immawan Muzi dan Immawan Muti’ullah) pada tanggal 25 Februari 2003 di
Aula PP Muhammadiyah Jalan KH. A Dahlan adalah sebagai berikut: Ketua Umum Irvan
Mawardi (UMY), Sekretaris Umum Nurcholis Hakim (UMY), Bendahara Nilawati
(AKBID/STIKES ‘Aisyiyah), Kabid Organisasi Herawaini (Unwama), Kabid Kader Darwiatik
Sabista (UMY), Kabid Hikmah Arif Zaini (Unwama), Kabid
Jaringan/Sosek Khotibudin (UMY), Kabid Immawati Eslis (AKBID/STIKES ‘Aisyiyah),
Sekbid Organisasi Nurlia Dian Paramita (UMY), Sekbid Kader Irwanto (Unwama),
Sekbid Hikmah Syafrudin (UMY), Sekbid Jaringan/Sosek Johan Maulana (UMY) dan
Sekbid Immawati Fitrianingsih (UMY).
Sebagai generasi awal pasca
pemekaran, beberapa langkah yang ditempuh Immawan Irvan Mawardi untuk
menancapkan fondasi awal IMM cabang AR sebagai ketika itu. Pertama, konsolidasi internal di level komisariat untuk mengakselerasi
gerakan PC. IMM AR Fakhruddin Kota
Yogyakarta khusus
di internal komisariat UMY. Menurut Immawan Irvan Mawardi, kader-kader IMM UMY
adalah memegang peran kunci dalam dinamika internal PC. IMM AR Fakhruddin Kota
Yogyakarta—baik
buruknya PC. IMM AR Fakhruddin Kota
Yogyakarta banyak
ditentukan oleh dinamika internal IMM di UMY.
Irvan berusaha meyakinkan kemandirian dan kreativitas gerakan pasca
berpisah dengan IMM di UAD. Oleh karena itu, Irvan Mawardi berusaha mendatangi dan
melobby kader-kader yang sudah purna di komisariat agar bisa aktif di Cabang. Kedua, berusaha membangun branding sekaligus konsolidasi eksternal
di kalangan pimpinan persyarikatan Muhammadiyah, baik di level Pimpinan Daerah
Muhammadiyah Kota Yogyakarta, Pimpinan Wilayah Muhammadiyah DIY bahkan jajaran
Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Yogyakarta. Pada periode I ini Irvan Mawardi mengaktifkan kembali
eksistensi IMM selaku salah satu organisasi otonom (ortom) di bawah koordinasi
PDM Kota Yogyakarta. Hasilnya PC. IMM AR Fakhruddin Kota Yogyakarta dan IMM Djazman Al Kindi mendapat ruangan khusus di kantor PDM di jl
Sultan Agung Yogyakarta yang pada perkembangannya ruangan pun ditambah menjadi 2, masing-masing
Cabang IMM memiliki ruangan khusus. Dari sisi program PDM, Bidang Hikmah PC. IMM AR Fakhruddin Kota
Yogyakarta kala
itu bekerjasama Lembaga Hikmah PDM Kota Yogyakarta menggelar diskusi rutin
setiap malam sabtu. Mendiskusikan persoalan sosial politik Kota Yogyakarta yang pesertanya
dari PCM se Kota Yogyakarta dan Ortom se Kota Yogyakarta. Begitu juga halnya
Kabid Kader IMM AR aktif dalam forum Majelis Pendidikan Kader dan Sumber Daya
Insani (MPKSDI) PDM Kota Yogyakarta untk mendiskusikan persoalan kader di
Muhammadiyah. Kala itu, Kabid Kader IMM Cabang AR secara exofficio mulai
dimasukkan sebagai anggota MPKSDI Kota Yogyakarta. Ketiga, yakni
memperluas radius jaringan IMM AR di level eksternal pergerakan Mahasiswa se
DIY. Pada periode I ini, visi perluasan gerakan jaringan dengam OKP dan gerakan
lainnya mendapat momentum mengingat periode 2003 dan 2004 suhu politik lokal maupun nasional cukup menghangat.
Merespon itu PC. IMM AR Fakhruddin Kota
Yogyakarta secara
intens membangun komunikasi dengan HMI, KAMMI, PMII, PMKRI, GMKI untuk
menyamakan visi terhadap situasi sosial politik yang terjadi kala itu. Gedung
PDM di Jl. Sultan Agung menjadi arena pertemuan rutin setiap Selasa Malam
antara organisasi mahasiswa tersebut di atas. Salah satu isu yang berhasil
menjadi Gerakan bersama kala itu yakni mendeklarasikan Koalisi Anti Politi Busuk,
suatu Gerakan moral yang mendorong masyarakat untuk mengkritisi dan menolak
figur-figur yang terlibat palanggaran
HAM dan KKN yang akan maju sebagai anggota legislatif. Forum komunikasi yang
berjalan intensif itu juga membahas isu-isu internal di masing-masing kampus,
misalnya soal pemukulan sesame aktivis dll.
Diakhir periode 2003/2004,
karena banyak yang mengundurkan diri. Dimana Pimpinan Cabang telah melakukan reshuffle, maka yang resmi sebagai
pengurus ketika LPJ Musycab I pada tanggal 18 April 2004 di Pusbang Kaliurang,
susunannya sebagai berikut : Ketua Umum Irvan Mawardi (UMY), Sekretaris Umum Nurcholis
Hakim (UMY), Bendahara Nilawati (AKBID/STIKES ‘Aisyiyah), Kabid Organisasi Nurlia
Dian Paramita (UMY), Kabid Kader Darwiatik Sabista (UMY), Kabid Hikmah Arif
Zaini (Unwama),
Kabid Jaringan/Sosek Khotibudin (UMY), Kabid Immawati Eslis (AKBID), Sekbid
Kader Irwanto (Unwama), Sekbid Jaringan/Sosek Johan Maulana (UMY), Sekbid
Immawati Dewi Nadhipah (UMY) dan Korps Instruktur Muhammad Taufiqurrahman (UMY).
Perkembangan Kepemimpinan PC IMM Kota Yogyakarta
Regenerasi kepemimpinan sebagai
bagian dari dinamika dan proses perkaderan menjadi hal yang sangat penting.
Apalagi, dalam organisasi yang baru berdiri, yang membutuhkan berbagai infrastruktur: perkaderan, kepemimpinan dan
kader itu sendiri. Berakhirnya periode kepemimpinan Irvan Mawardi yang ditandai
dengan adanya Musyawarah Cabang (Musycab) I PC IMM AR. Fakhruddin Kota
Yogyakarta mengamanatkan Fauzi Fashri (PK IMM Fisipol UMY) sebagai Ketua Umum
dan Nurdin Arisandi (PK IMM FH UMY) sebagai Sekretaris Umum. Barangkali,
periode ini merupakan periode tinggal landas—hal tersebut dapat terlihat dalam
keterlibatan PC IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta dalam Muktamar IMM yang
dilaksanakan di Ambon dengan memberikan berbagai pemikiran dan format gerakan
dalam tubuh IMM. Begitu pula dengan sistem perkaderan yang semakin rapi,
sekalipun hal tersebut sudah berlangsung sejak era kepemimpinan Irvan Mawardi.
Termasuk makin intensifnya laboratorium intelektual MIM Indigenous School yang
sudah berdiri secara kelompok terbatas. Pada periode Fauzi Fashri, platform memperkuat jaringan
eksternal sesama organisasi
gerakan mahasiswa masih terus lanjut. Sehingga forum Selasa Malam masih di
kantor PDM masih dilanjutkan oleh Fauzi Fashri sebagaimana telah digagas pada periode
Irvan Mawardi.
Pasca periode kepemimpinan
Fauzi Fashri. Dalam musycab II PC IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta
menghasilkan keputusan yang mengangkat Ketua Umum AS. Pattiradja (PK IMM FAI UMY) dan Muhammad Shaleh Farabi (PK IMM FAI UMY) sebagai Sekretaris Umum.
Periode kepemimpinan AS. Pattiradja bisa
dianggap sebagai fase mengokohkan infrastuktur dalam tubuh AR. Fakhruddin Kota
Yogyakarta. Hal tersebut ditandai dengan semakin solidnya pimpinan yang
terlibat. Selain itu,
bangunan gerakan secara perlahan sudah merapatkan diri dengan membangun aliansi
sesama gerakan mahasiswa, khususnya di Kota Yogyakarta. Termasuk mendorong
kader untuk bisa aktif dalam beberapa forum, berkarya buku dan infrastruktur
perkaderan sudah tertata dengan rapi.
Periode selanjunya adalah
periode Zain Maulana (PK IMM Fisipol UMY) sebagai Ketua Umum dan Fauji Arif (PK
IMM FH UMY) sebagai Sekretaris Umum. Pada periode ini berbagai infrastruktur PC
IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta sudah cukup baik. Barangkali karena warisan
dari beberapa periode sebelumnya. Hal yang paling menonjol dalam periode ini
yakni adanya training politik yang tidak hanya dalam skala lingkup cabang,
melainkan pula diikuti oleh cabang lain diluar PC IMM AR. Fakhruddin Kota
Yogyakarta. Termasuk menjadikan membuat skema sekolah berbasis training melalui
Madrasah Intelektual Muhammadiyah (MIM) yang dilaksanakan di Kulonprogo—yang
juga diikuti oleh kader dari luar PC IMM AR. Fakhruddin. Pada periode ini,
pelaksanaan DAD massal PK IMM STIKES ‘Aisyiyah—atau mungkin bisa perpaduan
perkaderan IMM ala PC IMM AR.
Fakhruddin dengan perkaderan ‘Aisyiyah. Dokumentasi proses perkaderan ini bisa
dilihat Youtube denga
judul
“Pilot Project Perkaderan DA IMM STIKES Aisyiyah Jogjakarta 2006”. Terlepas dari berbagai keberhasilan program
perkaderan yang telah dilaksanakan, ternyata dalam periode ini menyimpan bara
konflik yang tidak bisa dihindari yakni pemecatan Ketua Bidang Kader dikarena pelanggaran
dalam kaidah organisasi. Alasan pemecatan tersebut menurut penuturan Zain
Maulana (6/11/2014) yakni adanya penggunaan stempel diluar kewenangan
Sekretaris Umum. Dimana stempel tersebut digunakan untuk delegasi perkaderan
DAM yang dilaksanakan PC IMM Djazman Alkindi, tanpa adanya rekomendasi dari Pimpinan Cabang. Sehingga posisi Kabid
Kader diampu oleh Hendri Suseno yang sebelumnya menjabat Sekbid Kader hingga
akhir periode. Namun, bagi penulis faktor utamanya lebih didasarkan relasi
senior-junior yang ikut campur dalam proses perkaderan, hingga berimbas pada
prosesi kepemimpinan. Diluar ragam persoalan konflik tersebut, bisa dibilang
prestasi perkaderan pada periode ini patut diapresiasi yang ditandai dengan
awal pengelolaan DAD massal STIKES Aisyiyah Yogyakarta.
Pasca kepemimpinan Zain
Maulana, terpilihlah Ma’ruf Senja Kurnia (PK IMM FAI UMY) sebagai Ketua Umum
dan Amri Amrullah (PK IMM FE UMY) sebagai Sekretaris Umum, dalam Musycab IV PC
IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta yang dilaksanakan di Aula PWM DIY. Pada era
kepemimpinan Ma’ruf Senja Kurnia ini, tradisi pembangunan aliansi dengan
gerakan mahasiswa di Yogyakarta tetap berlangsung, terutama dalam membentuk
poros kuat aliansi yakni Koalisi Rakyat Bersatu (KRB). Pada periode ini pula untuk pertama kalinya PC
IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta mencalonkan Ketua Umum untuk DPP IMM dengan
menyusung Fauzi Fashri dalam Muktamar IMM di Lampung. Dalam proses pencalonan
ini tentu saja, bukan tanpa hambatan. Apalagi, pencalonan ini merupakan
pengalaman pertama sekalipun sudah pernah terlibat dalam proses Muktamar IMM di
Ambon atau di Bali. Salah satu yang cukup mencolok yakni adanya black campaign yang menyudutkan diri
Fauzi Fashri. Meski pada perkembangannya hal tersebut menguap begitu saja tanpa
kejelasan. Pada periode ini pula lahir mengenai pentingnya gen pemikiran dalam
tubuh kader PC IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta baik secara personal maupun struktural,
sebagaimana telah banyak diulas dalam buku Genealogi Kaum Merah.
Pasca periode Ma’ruf Senja
Kurnia, terpilihlah Halim pada Musycab PC IMM AR. Fakhruddin di Aula PWM DIY
11-13 juni 2008 dengan menyusung tema “Membangun Gen Pemikiran, Melahirkan
Karakteristik Gerakan” sebagai bentuk upaya menjaga ghirah gen pemikiran yang
telah dikonsep pada pada periode sebelumnya yang ditandai dengan adanya
konsepsi awal gen pemikiran yang ditulis langsung oleh Ma’ruf Senja Kurnia. Terpilihnya
Halim Sedyo Prasojo (PK IMM FE UMY) sebagai Ketua Umum dan Leni Susanti (PK IMM
STEKS ‘Aisyiyah) sebagai Sekretaris Umum dalam proses Musycab tersebut kemudian
memberikan follow up dalam beberapa
program kebijakan PC yaitu dengan adanya beberapa materi terstruktur dalam
Madrasah Intelektual Muhammadiyah (MIM) yang sempat macet termasuk mengganti
kembali menjadi MIM Indigenous School, pembuatan konsep aliansi dan lainnya. Selain itu dalam beberapa
pertemuan rapat pleno PC wacana gen pemikiran selalu menjadi pembahasan yang
cukup serius sehingga pada akhir menjelang berakhirnya tampuk kepemimpinan
terbentuklah beberapa skema gen pemikiran dan format aliansi. Skema inilah yang
kemudian dalam rapat pleno PC diputuskan untuk mengganti pembahasan Garis-Garis
Besar Haluan Organisasi (GBHO) pada saat Musycab dengan pembahasan Rencana
Program Jangka Panjang (RPJP). Alasan tersebut diambil karena GBHO dibahas
dalam pelaksanaan Tanwir maupun Muktamar IMM.
Pada periode Halim Sedyo Prasojo
ini terbilang periode yang kondusif. Nyaris tidak ada konflik laten yang
mengemuka yang menimbul gejolak dikalangan para kader. Sekalipun ada perombakan
pengurus Korps Instruktur dikarenakan pengunduran diri Muhammad Fitrah Yunus
sebagai ketua Korps Intruktur sehingga posisi Korps Instruktur diampu oleh
Bidang Kader sampai akhirnya terpilihlah Dwi Ikhsan Santoso sebagai ketua Korps
Intruktur yang baru. Selain itu, pada periode ini dilaunching Blog www.immarfakhruddin.blogspot.com sebagai media aktualisasi
tulis menulis dan publikasi dikalangan PC IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta
beserta media sosial lainnya. Terkait penggunaan Blog sebagai media publikasi
ketimbang website—pada saat rapat pimpinan yang juga dihadiri penulis sebagai
unsur pimpinan cabang. Cehar Mirza yang menjabat sebagai Kabid IPTEK
mengemukakan dua alasan. Pertama,
penggunaan blog lebih bersifat jangka panjang sebab tidak memerlukan updating domain tiap tahun. Hal ini
disebabkan tidak semua periode kepemimpinan memiliki semangat yang sama dalam
mengelola website. Kedua, masih
minimnya tulisan kader dan
berita yang bisa dipublish. Namun, meski demikian dari isi Blog inilah lahirlah buku Rahim
Perjuangan yang merupakan kumpulan tulisan di Blog dan beberapa tulisan baru.
Pada Musycab PC IMM AR.
Fakhruddin di Aula PWM DIY 5-7 Agustus 2009 dengan mengusung “Refleksi
Perjuangan, Langkah Awal Internalisasi Gen Pemikiran” terpilihlah Muhammad
Akhyar Yunus (PK IMM FK UMY) sebagai Ketua Cabang dan Muhammad Barli Halim (PK
IMM FAI UMY) sebagai Sekretaris Umum. Untuk menjaga berjalannya pengembangan
tentang konsepsi gen pemikiran. Maka dilokasi Musyab tersebut ketiga calon
ketua yakni M. Akhyar Yunus, M. Fitrah Yunus dan Andi Suharyono dipertemukan
dengan sesama calon dan PC (jelang) demisioner untuk melanjutkan pembahasan gen
pemikiran kedepannya jika terpilih atau pun tidak. Dalam Musycab kali ini skema
gen pemikiran sudah menjadi pembahasan dalam komisi. Hasilnya, forum hanya
minta penjelasan tanpa merubah skema yang sudah dikonsep sebelumnya pada saat
sidang pleno pimpinan cabang yang sudah dijelaskan sebelumnya (skema gen
pemikiran). Dan akhirnya skema tersebut disetujui oleh musyawirin. Pada periode kepemimpinan
Muhammad Akhyar Yunus ini terjadi ketidakharmonisan sesama pengurus pimpinan
cabang dengan alasan yang beragam. Sekalipun proses perkaderan berjalan dengan
baik seperti pelaksanaan DAD dan LID. Namun uniknya, pada periode ini ada
pelaksanaan DAD diberi sebutan DAD ilegal. Dianggap demikian sebab hal tersebut
dilakukan tanpa koordinasi matang dengan bidang kader cabang, sebagaimana
terjadi pada DAD IMM Fisipol dan Ekonomi UMY. Kejadian ini menurut pemahaman
penulis disebabkan oleh dua hal. Pertama,
relasi ketegangan antara sesama pimpinan cabang, komisariat dan beberapa
instruktur. Barangkali, kejadian tersebut terjadi dikarenakan alus komunikasi
tidak berjalan secara baik, hal tersebut terbukti dengan alasan yang beragam
baik dari pimpinan cabang, bidang kader cabang, komisariat dan instruktur. Kedua, bidang kader cabang yang saat itu
dipimpin oleh Dwi Ikhsan Santoso mengadakan LID tanpa adanya koordinasi secara
matang dalam tubuh Korps Instruktur, disamping yang mengisi kegiatan tersebut
hanya seorang Instruktur senior yakni Muhammad Taufik Rahman.
Satu persatu konflik laten
miskomunikasi dan mispersepsi ini pun perlahan diurai secara perlahan. Salah
satunya yang dilakukan dalam tubuh Korps Instruktur yakni pengelolaan DAD
perdana PUTM Putri, dimana semua instruktur dapat terlibat. Selain itu, untuk Pimpinan Cabang sendiri karena periode
ini bertepatan dengan momentum Muktamar IMM di Bandung. Maka, konflik laten itu
pun dicoba untuk dilebur oleh semua pihak yang terlibat dengan visi bersama
yakni untuk mengusung kader PC IMM AR. Fakhruddin dalam Muktamar IMM tersebut. Singkatnya,
pada saat berlangsungnya Muktamar muncul nama Zain Maulana yang dicalonkan diri
sebagai formatur dan Muhammad Sobar sebagai calon ketua umum DPP IMM. Dalam
proses Muktamar tersebut Zain Maulana terpilih sebagai anggota formatur dengan
suara kedua terbesar dan mengantarkannya menjadi Kabid Hikmah DPP IMM
2010-2012. Selain itu, Muhammad Sobar juga masuk dalam struktur kepengurusan
DPP IMM sebagai Sekbid Kader.
Pada saat Musycab PC IMM AR.
Fakhruddin 2010 yang berlokasi di Pusbang Muhammadiyah Kaliurang. Kepengurusan
periode kepemimpinan M. Akhyar Yunus menyampaikan laporan pertanggung jawaban
dengan ala kadarnya yang ditandai
dengan tidak adanya laporan pertanggung jawaban secara tertulis oleh beberapa
bidang dan tidak terjilid rapi. Sehingga mengakibatkan proses dokumentasi
pelaksanaan Musycab agak sulit dilakukan—yang pada akhirnya hanya memperdalam
apa yang menjadi pembahasan di Musycab tahun sebelumnya. Namun, diluar
persoalan tersebut, dalam proses Musycab ini mau tidak mau harus menonjolkan
sosok Khoirul Anam (Kabid Dakwah) yang mampu bekerja secara personal: mulai
persiapan pelaksanaan, pelaksanaan dan akhir Musycab. Musycab tersebut justru
lebih banyak membahas masalah internal kepemimpinan IMM AR. Fakhruddin. Apalagi,
dalam rentang perjalanan kepengurusan periode ini ternyata pembahasan gen
pemikiran mengalami kemandegan
sebagaimana terlihat dalam pola kerja konsepsi gen pemikiran tidak mengalami
perubahan dari tahun sebelumnya. Dalam Musycab yang berlangsung bertepatan
dengan bulan puasa tersebut menghasilkan Imam Mahdi (PK IMM Fisipol UMY) sebagai
Ketua Umum dan Azimatunnisa’ (PK IMM STIKES ‘Aisyiyah) sebagai Sekretaris Umum.
Kepemimpinan Imam Mahdi
beberapa agenda perkaderan berjalan dengan baik. Begitupula dengan Muhammad
Rifandi seorang pesaing tunggalnya pada saat Musycab menjadi ketua Korkom IMM
UMY. Pada periode ini mengalami dua momentum penting yakni: pertama,
pelaksanaan Musyda DPD IMM DIY yang dilaksanakan di SKB Bantul yang mengusung
M. Fitrah Yunus sebagai calon Ketua Umum DPD IMM DIY dari PC IMM AR. Fakhruddin
Kota Yogyakarta, setelah sebelumnya mengadakan konvensi untuk menentukan calon
ketua umum yang mempertemukan M. Fitrah Yunus dan Makhrus Ahmadi. Dalam konvensi yang baru pertama kali
dilakukan oleh PC IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta ini menghasilkan keputusan
M. Fitrah Yunus sebagai calon ketua umum
DPD IMM DIY dengan sistem voting, M. Fitrah Yunus memperoleh 11 suara dan
Makhrus Ahmadi 10 suara. Namun, dalam perkembangannya, khususnya pada saat
pelaksanaan Musyda DPD IMM DIY tersebut terjadi perbedaan pilihan politik,
dimana Makhrus Ahmadi mendukung Irawan Puspito dengan alasan telah terjadi
ketidakfairan pada saat berlangsung
dan pasca konvensi serta perhitungan minimnya suara yang diperoleh calon dari
PC IMM AR. Fakhruddin yang hanya bermodal 22 peserta penuh. Tidak berhasilnya
komunikasi politik ini menyebabkan PC IMM AR. Fakhruddin tetap memegang hasil
konvensi sebagai satu-satunya cara untuk mendorong calon yang telah terpilih
dengan bagaimana pun hasilnya. Sehingga hasil akhirnya, peserta Musyda
mengamanahkan Hendro Sucipto sebagai Ketua Umum DPD IMM DIY terpilih dengan
total 32 suara, Ahid Mudayana 28 suara, Irawan puspito 17 suara dan M. Fitrah
Yunus 17 suara. Menggunakan formasi sulid keras dan terluka—sebagaimana berlaku
dalam formasi aksi unjuk rasa yang chaos.
Menyebabkan PC IMM AR. Fakhruddin memberikan sanksi terhadap Makhrus Ahmadi
dengan menyatakan bahwa ia bukan representasi dari PC IMM AR. Fakhruddin dalam pasca
hasil Musyda DPD IMM DIY tersebut, sekalipun ia merupakan formatur dengan suara
ketiga terbesar dan direkomendasikan pada saat pendaftaran. Serta hanya ia
sendiri yang lolos dari tiga calon formatur (Aminuddin Anwar dan Ahmad
Syaifuddin) yang dicalonkan PC IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta. Hal tersebut
dilakukan oleh pimpinan cabang sebagai bentuk hukuman—atas anggapan pengkhinatan
yang telah dilakukan Makhrus Ahmadi, yang dianggap telah menyalahi komitmen
untuk solid politik ala pimpinan
cabang. Awalnya, Makhrus Ahmadi sendiri menolak hukuman yang dilakukan secara sepihak
tersebut, karena apa yang ia lakukan telah ia sampaikan pada pimpinan cabang
dan hanya direspon sebagai masukan (saran). Namun, berkat saran dari Halim
Sedyo Prasojo agar ia menerima keputusan dan menerima tawaran dari anggota
formatur yang lain menjadi Sekretaris Umum DPD IMM DIY. Meski Makhrus Ahmadi
sendirian sebagai formatur, namun mampu mengusahakan kader PC IMM AR.
Fakhruddin yang lain untuk masuk dalam kepengurusan DPD IMM DIY, seperti:
Aminuddin Anwar (Kabid Keilmuan), Halim Sedyo Prasojo (Sekbid Ekonomi dan
Kewirausahaan), Deriana Putera Pamungkas (Sekbid SB0) dan Khoirul Anam (Sekbid
Dakwah). Meski dalam perjalanannya Deriana Putera Pamungkas dan Khoirul Anam
harus mengundurkan diri karena kembali kampung halaman.
Kedua,
pada saat Tanwir IMM di Banten, sebagaimana juga diikuti oleh Imam Mahdi
sebagai peserta dari PC IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta. Gagasan pentingnya gen pemikiran
disampaikan dalam forum nasional. Pentingnya gen pemikiran ini menjadi salah
satu item dalam pandangan umum DPD IMM DIY sehingga menjadi gerakan kolektif
secara nasional. Sekalipun gagasan awalnya berawal dari tubuh PC IMM AR.
Fakhruddin Kota Yogyakarta. Berakhirnya proses Tanwir ini berbarengan adanya
kisruh Pemira UMY yang mengakibatkan beberapa kader IMM UMY mengalami
pemukulan. Kasus ini pun menyeruak menjadi konsumsi public dengan beragam media
yang memberitakannya, khususnya pada media online. Pimpinan cabang pun ikut
campur dalam upaya menyelesaikan kisruh pengeroyokan terhadap kader IMM ini.
Pada Musycab PC IMM AR.
Fakhruddin Kota Yogyakarta tahun 2011 yang bertempat di BPKP Bantul dengan
mengambil tema “Reinternalisasi Gen
Pemikiran Menuju Masivitas Gerakan”. Dalam pelaksanaan Musycab ini beberapa
skema gen pemikiran sudah mengalami pengembangan yang ditandai dengan adanya
revisi atas beberapa skema gen pemikiran termasuk meniadakan skema perkaderan
dalam gen pemikiran, adanya daftar referensi buku bacaan kader dan manifesto
gerakan IMM AR. Fakhruddin. Ada pun isi manifesto tersebut adalah: pertama, IMM adalah gerakan intelektual
dakwah yang mendukung perubahan sosial berlandaskan nilai tauhid. Kedua, spirit perjuangan IMM
berlandaskan Al Qur’an dan Sunnah serta cita-cita perjuangan Muhammadiyah. Ketiga, IMM adalah gerakan pelopor
perkembangan dan kemajuan IPTEK serta perubahan social dalam skala regional
maupun nasional. Keempat, mendukung segala program pembangunan nasional
yang berorientasi pada kemaslahatan rakyat.
Kelima, dalam konteks politik, IMM adalah organisasi yang memiliki
kesadaran politik dan tidak berafilasi dengan partai politik manapun.
Adanya manifesto dalam forum
tertinggi Muscab seperti ini seperti menghadirkan resistensi, yang bisa jadi
akan menyebabkan perlunya beberapa kebijakan yang tidak populis. Sebab
manifesto sebagai pernyataan terbuka dalam tubuh ikatan harus diimbangi dengan
konsep pemikiran yang progresif dan perkederan yang masif. Terlebih keberadaan gen pemikiran masih dalam
perjalanan mencari bentuk dan format penerapan yang lebih sistemik dalam tubuh
PC IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta. barangkali, inilah salah satu tandangan
yang harus dijawab oleh semua lapisan kader. Apakah akan mengedepankan
manifesto ataukah menunggu sejenak untuk pematangan pemikiran dan perkaderan. Pada
Musycab ini menghasilkan keputusan dan memilih Farkhan Lutfi (PK IMM FAI UMY)
sebagai Ketua Umum dan Triana Nur Afifah (PK IMM STIKES ‘Aisyiyah) sebagai
Sekretaris Umum.
Era kepemimpinan Farkhan Lutfi
bisa dianggap sebagai era munculnya beberapa lembaga creative minority. Adanya
lembaga ini untuk memaksimalkan peran kader dalam semua lini. Lembaga creative
minority diantaranya adalah : Sekolah IMMawati (SEKIMM) yang berada dibawah
bidang IMMawati yang saat itu dijabat oleh Fifin Permatasari dan Rr. Annisa
Ratnaningrum (Dhenis), sekolah ini mengadopsi bentuk training dengan sekolah
yang berjalan secara periodik, bahkan sudah ada SOP dan materi yang tersusun
secara rapi, termasuk diadakan wisuda pada saat akhir periode. Adapula Madrasah
Korps Muballigh (MKM) yang berada dibawah bidang Dakwah yang saat itu dijabat
Rila Setyaningsih dan Dyah Sari Trisnawati. Pengelolaan MKM pun nyaris sama
dengan yang dilakukan oleh SEKIMM sebab yang menbedakan secara fundamental
materi dan orientasi lulusan pesertanya. Selain itu, pelaksanaan training
politik juga berjalan sebagaimana mestinya dan masih seperti yang sudah
berlangsung sejak dari periode Zain Maulana. Bahkan Zain Maulana mengadakan Traning Politik
Nasionas (Trapolnas) saat menjadi Kabid Hikmah DPP IMM yang sebenarnya tidak
berbeda jauh dengan trapol yang dilaksanakan di PC IMM AR. Fakhruddin Kota
Yogyakarta dan hanya skala pesertanya yang berbeda.
Hal yang cenderung agak berbeda pada periode ini yakni pengelolaan Madrasah
Intelektual Muhammadiyah (MIM) dari pola sekolah/madrasah menjadi training. Tentu saja, penggelolaan MIM
dengan bentuk training memiliki sebab akibat. Pertama, adanya antusiasme kader untuk bisa mengikuti training yang
berlangsung selama 5-6 hari. Sehingga perlu instensitas follow up pasca traning senantiasa harus digalakkan, sebab training
merupakan ajang permulaan bukan akhir dari proses MIM. Kedua, perubahan paradigma terhadap awal didirikannya MIM. Sebab
awal didirikannya MIM sebagaimana pernah dijelaskan oleh Darwiatik Sabista
(salah seorang pendiri MIM) merupakan lembaga diskusi informal yang hanya
beranggotan 5 orang. Sekalipun dalam perkembangannya menjadi lebih tersusun
sebagai Madrasah pada saat periode Faris Alfadh, Cesar Mirza dan Rijal Ramdhani
sebagai Direktur MIM Indigenous School. Maka, paradigma baru tersebut yakni
dengan memfungsikan MIM menjadi dua bagian: bagian pertama sebagai proses pengembangan
intelektual kader komisariat dan Pimpinan Cabang dibawah program Bidang
IPTEK/Keilmuan sebagaimana telah berlangsung melalui pola training yang
dijelaskan sebelumnya. Bagian kedua, mendorong kembali MIM menjadi lembaga
creative minority yang mampu memawadahi kader PC IMM AR. Fakhruddin Kota
Yogyakarta yang sudah post structural dari pimpinan cabang. Pola ini ditandai
dengan penggunaan nama MIM Indigenous School yang didasarkan pada rekomendari
Abdullah Sumrahadi sebagaimana sudah pernah menjadi nama MIM pada awal
didirikan. Dengan kata lain, MIM Indigenous School merupakan “lembaga otonom”
dibawah naungan PC IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta. Pada periode
kepemimpinan Farkhan Lutfi ini arus perkaderan juga berlangsung dengan cukup
baik. Hal ini dapat terlihat semakin banyaknya kuantitas instruktur yang
dimiliki. Begitu pula dengan adanya revisi terhadap SOP perkaderan DAD yang
dilakukan oleh tim instruktur, sekalipun perkembangannya malah kurang dilakukan
secara sistemik. Sehingga proses pelaksanaan DAD berdasarkan SOP masih tetap
berjalan seperti sebelumnya. Periode ini juga berpartisipasi dalam pelaksanaan
Muktamar yang dilaksanakan di Medan dan ikut berpartisipasi dalam mendorong
Makhrus Ahmadi satu-satunya calon formatur dari PC IMM AR. Fakhruddin Kota
Yogyakarta sekalipun ia gagal terpilih dalam proses tersebut.
Pada saat Musycab PC IMM AR.
Fakhruddin Kota Yogyakarta yang berlangsung di BLK PAY dengan mengusung tema
“Optimalisasi Gen Pemikiran Menuju Penguatan Karakter Gerakan” tanggal 13-15
Juni 2012. Pentingnya gen pemikiran kembali mengemuka dengan adanya draft
proposal lanjutan gen pemikiran yang diajukan oleh Makhrus Ahmadi, Jenal A.
Nurfalah dan Husnuzzhan dengan mengembangkan skema gen pemikiran secara lebih generatif
dari skema yang telah ada sebelumnya. Namun, peserta Musycab justru
mengamanatkan agar diadakan pembahasan secara lebih khusus. Pada Musycab kali
ini juga mengamatkan Fahmi Firmansyah (PK IMM PUTM Putra) sebagai Ketua Umum
dan Tri Wulandari (PK IMM FKIK UMY) sebagai Sekretaris Umum. Pada kepemimpinan
Fahmi Firmansyah pengelolaan perkaderan terbilang berjalan dengan baik.
Disamping itu, juga ada perbaikan dalam pengelolaan administrasi. Bahkan
diadakan pendaftaran KTA secara online, updating
tamplate blog, pendirian Pimpinan Komisariat baru PK IMM Universitas Mercu
Buana (UMB), pengajuan pembaharuan SK Pendirian Komisariat kepada DPD IMM DIY diantaranya:
PK IMM PUTM, PK IMM FKIK UMY, PK IMM FT UMY, PK IMM FE UMY, PK IMM FAI UMY, PK
IMM FISIPOL UMY, PK IMM FH UMY, PK IMM FP UMY dan PK IMM STIKES ‘Aisyiyah dan
lainnya. Bahkan pada pembuatan seragam batik ala PC IMM AR Fakhruddin Kota Yogyakarta. Bisa dibilang era
kepemimpinan ini melanjutkan program yang sudah ada pada periode sebelumnya.
Sehingga yang tampak kemudian hanya ornament simbolik ketimbang warisan gagasan
yang lebih progresif, barangkali hal ini terjadi makin banyak kader IMM dalam
tubuh PC IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta.
Periode ini, bertepatan dengan
diselenggarakannya Musyawarah Daerah (Musyda) DPD IMM DIY. Sehingga terjadi
penjaringan kader dalam tubuh PC IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta untuk
menentukan calon Ketua Umum DPD IMM DIY. Dalam penjalannya terjaringlah dua
pasang bakal calon yakni Muhammad Rifandi dan Imam Mahdi. Bahkan dalam proses
tersebut juga diadakan proses islah perbedaan
pandangan antara Imam Mahdi dan Makhrus Ahmadi terkait keputusan formal bukan
representasi dari PC IMM AR. Fakhruddin pada saat Imam Mahdi menjabat ketua IMM
AR. Fakhruddin. Forum islah yang
dilaksanakan di Masjid Kampus UMY tersebut berjalan secara sengit, sebab masing-masing
pihak punya argumentasi sendiri. Sehingga Farkhan Lutfi yang saat itu mencoba
menengahi proses islah tersebut memberikan kesimpulan bahwa kedua kader yang
berseberangan tersebut tetap dengan argumentasinya masing-masing. Dan forum
islah pun tidak menghasilkan apa-apa, selain klafikasi kedua pihak tersebut.
Dalam perkembangannya, Halim
Sedyo Prasojo mantan Ketua Cabang IMM AR. Fakhruddin secara pribadi menyarankan
Makhrus Ahmadi agar sama-sama mengubur masa kelam surat bukan representasi
tersebut. Apalagi, selama mereka menjadi pimpinan DPD IMM DIY juga tidak pernah
saling mempersulit. Maka, saran Halim Sedyo Prasojo itu pun diterima Makhrus
Ahmadi sebagai kemaslahatan bersama, dimana hingga saat itu kader PC IMM AR.
Fakhruddin Kota Yogyakarta belum pernah menjabat pucuk DPD IMM DIY. Sebab
paling tinggi hanya sampai Sekretaris Umum sebagaimana pernah dijabat Fauzi
Fashri dan Makhrus Ahmadi sendiri. Seakan satu hentakan nafas, pimpinan cabang
pun memutuskan Imam Mahdi sebagai calon ketua umum DPD IMM DIY. Dengan
komunikasi yang efektif dengan sesama kader IMM DIY dan keadaan kader di IMM
AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta—dengan mengusung isu bersama bahwa saatnya PC
IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta memimpin DPD IMM DIY pada Musyda yang
dilaksanakan di Youth Center Sleman, terpilihlah Imam Mahdi sebagai Ketua Umum
DPD IMM DIY dengan suasana yang mengharu biru. Begitupula dengan bebepa kader
yang lain menjadi pimpinan DPD IMM DIY, seperti: Jenal A Nurfalah (Kabid
Kader), Muhammad Rifandi (Kabid Sosial Pemberdayaan Masyarakat) Fifin
Permatasari (Kabid IMMawati), Aditia Taruna Minang Sundawan (Kabid
Keilmuan/Sekbid Ekowir), Rohmad “Bolang” Qomaruddin (Sekbid Hikmah), Reza Al
Afsyar Khaitami (Sekbid Organisasi) dan Saifullah Ghozali (Sekbid SBO). Pada
saat adanya reshuffle kepengurusan DPD IMM DIY, masuklah Rijal Ramdani sebagai
Sekbid Kader. Sedangkan Husnuzzhan (Ketua Korps Instruktur) namun berjalannya
waktu ia mengundurkan diri.
Pada Musycab X PC IMM AR.
Fakhruddin Kota Yogyakarta dengan mengusung tema “Humanisasi Nalar Propetik
Dalam Tampuk Kepemimpinan Ikatan” bertempat di Youth Center Sleman pada tangga
23-25 Agustus 2013. Pada Musycab kali ini sudah tidak lagi mengusung gen
pemikiran sebagai konsepsi yang harus terus dibahas pada saat pelaksanaan Musycab.
Alasan meniadakan gen pemikiran pada saat laporan pertanggung jawaban pimpinan
cabang. Keberadaan gen pemikiran dipandang kurang relevan untuk dibahas di
Musycab dan akan lebih efektif untuk dibahas dalam forum sendiri. Maka,
berdasarkan alasan tersebut, kemudian menggerakkan Makhrus Ahmadi dan Aminuddin
Anwar untuk mengkaji secara empiris terkait pemikiran dan gerakan IMM secara
nasional, sembari tetap mengkampanyekan tentang pentingnya gen pemikiran dalam
tubuh IMM. Hasil kajian dan penelitian yang mendapat dukungan penuh dari Halim
Sedyo Prasojo ini mampu dipublikasikan melalui buku dengan judul “Genealogi
Kaum Merah”. Barangkali, buku ini dapat dianggap buku pertama IMM yang tidak
saja memabahas secara filosofis teorik keberadaan IMM, melainkan juga dipadukan
dengan hasil riset terhadap 80 orang kader secara nasional. Bahkan buku ini
pernah dibedah dalam arena Muktamar setengah abad di Solo tahun 2014.
Peralihan mekanisme pemilihan
ketua umum IMM. Dari pola pemilihan secara langsung menjadi pola pemilihan
ketua umum via formatur. Maka hasil Musycab
X PC IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta tersebut mengamanahkan Saladin Al Bani
(PK IMM FAI UMY) sebagai ketua umum dan Norma Annisa Yuliana (PK IMM FKIK UMY)
sebagai sekretaris umum. Periode kepemimpinan Saladin Al Bani ini nyaris
berjalan secara dinamis tanpa kendala apapun. Bahkan pada DAM yang dilaksanakan
di BLK PAY buku Genealogi Kaum Merah menjadi prasyarat peserta untuk mengikuti
DAM. Hanya saja, periode ini mengikuti pelaksanaan Muktamar setengah Abad IMM
yang dilaksanakan di Solo. Serta ikut mendorong kader PC IMM AR. Fakhruddin
Kota Yogyakarta yang mencalonkan diri sebagai formatur diantaranya: Imam Mahdi,
Rijal Ramdani dan Farhan Luthfi. Sekalipun, dalam pelaksanaannya mereka bertiga
tidak terpilih sebagai formatur. Namun, ada alumni kader PC IMM AR. Fakhruddin Kota
Yogyakarta yang menjadi pengurus DPP IMM yakni Muhammad Fitrah Yunus sebagai
Ketua Lembaga Hukum dan HAM DPP IMM—ia diusung dan direkomendasikan dari DPD
IMM Sulawesi Selatan, mungkin ini terjadi karena Muhammad Fitrah Yunus sudah
kembali kedaerah asalnya dan aktif di IMM Sulawesi Selatan.
Pada Musycab XI “Peneguhan
Kembali Ruh IMM sebagai Gerakan Mahasiswa Islam” yang dilaksanakan di Youth Center
Sleman pada tanggal 19-21 Agustus 2014. Dinamika forum Musycab berjalan secara
dinamis dan rapat formatur pun mengamanatkan Hilmy Dzulfadli (PK IMM FH UMY)
sebagai Ketua Umum dan Rofi’ah Firdausya (PK IMM STIKES ‘Aisyiyah Yogyakarta)
sebagai Sekretaris Umum PC. IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta. Terpilihnya
Hilmy Dzulfadli memang sejak awal sudah digadang-gadang oleh para post
structural dengan harapan untuk bisa melejitkan kembali bargaining PC. IMM AR.
Fakhruddin Kota Yogyakarta. Namun, baru setengah tahun ia mendapatkan
amanat—cobaan pun datang dengan tidak satu pun kader PC IMM AR. Fakhruddin Kota
Yogyakarta yang terpilih sebagai formatur dalam Musyda DPD IMM DIY. Sekalipun,
sudah bermodal banyak suara di strukrural DPD IMM DIY dan jumlah demografi
Komisariat. Namun, setelah mengalami dinamika dan pertimbangan di Pimpinan Cabang dan
rapat formatur hanya ada dua orang kader PC. IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta yang menjadi
pengurus DPD IMM DIY periode 2015-2017 yakni Bagus Susatyo (Kabid Medkom) dan
Yasfi Alam Al Haq (Sekbid Riset da Pengembangan Keilmuan). Barangkali, agak prematur untuk
menilai bahwa periode ini belum bisa memberikan dampak sistemik dari espektasi
yang kian besar diawal itu. Kita nantikan saja sampai akhir periode.
Diaspora Kader Intelektual: Peluang dan Tantangan
Tradisi kehidupan mahasiswa
senantiasa tidak bisa dilepaskan dari kehidupan dunia intelektual. Dianggap
sebagai sebuah tradisi karena mahasiswa merupakan unsur terpenting dalam
angkatan muda dari sebuah generasi kehidupan akademik. Seorang mahasiswa
dianggap miliki pengetahuan dan kemampuan lebih baik daripada mereka yang tidak
mengenyam pendidikan di kampus. Setidaknya, hal itulah yang selama ini berlaku
dimasyarakat. Maka, keberadaan organisasi yang terlibat dalam aktivisme dunia
kemahasiswaan diharapkan mampu memberikan bekal dan kontribusi positif dalam
penyiapan angkatan muda yang progresif, militan dan visioner. Dimana hal
tersebut tercermin dalam platform
gerakan mahasiswa yang terlibat dalam aktivisme kehidupan mahasiswa tersebut.
Menurut Irvan Mawardi (School, 2013:120-121) platform PC. IMM AR. Fakhruddin
Kota Yogyakarta adalah sebagai organisasi yang mengandalkan kolektivitas dan visi
organisasi untuk melakukan suatu gerakan bersama, sehingga langkah dan gerakan
senantiasa seirama dan bersinergi. Visi tersebut dipertegas dengan adanya 2
(dua): Pertama, menanamkan
nilai-nilai integritas, kapasitas dan akseptabilitas kepemimpinan yang
dilandasi nalar kepeloporan dan semangat kolektivitas perjuangan menuju penguatan basis kader dan umat.
Kedua, Gerakan Mahasiswa yang
mengedepankan intelektual dan berlandaskan pada nilai-nilai religiusitas (Muhammadiyah)
yakni keanggunan moral dan etika yang bertumpu pada prinsip kemanusiaan
universal. Dari kedua penegeasan visi tersebut, kemudian dipertegas kembali
degan adanya tiga orientasi gerakan yakni: pertama,
memperkokoh etika dan normatifitas organisasi; keikhlasan, kekritisan dan keberpihakan
dalam bingkai Islam sebagai rahmatan lil
‘alamin. Kedua, memperkuat basis
Intelektualitas dengan membuka seluas-luasnya potensi dan wawasan kader dengan
sistem pengkaderan yang sistemik dan paradigmatik. Ketiga, memperluas kepeloporan dan partisipasi terhadap kebutuhan
social dalam berbagai dimensi masyarakat.
Adanya visi bersama ini
ditopang dengan adanya entitas gerakan intelektual yang senantiasa didorong
sebagai urat nadi dalam tubuh PC. IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta. Maka,
penggunaan intelektual propetik dimasa awal kepemimpinan dan gerakan PC. IMM
AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta menjadi keharusan, sebab disanalah tensi gerakan
menemukan ranah juang yang lebih nyata. Hal tersebut dapat terlihat dengan adanya
materi “Tafsir Pemihakan Ikatan” dalam jenjang perkaderan formal DAD. Dari
sinilah semua kader PC. IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta mestinya sama-sama
harus menyadari bahwa gerakan yang telah dibangun sejak dari awal ini
ditradisikan dalam tiap jenjang perkaderan dan kepemimpinan. Tentu saja, hal
tersebut tetap diadakan evaluasi secara bertahap agar tidak terjebak pada pengkultusan
terhadap sikap intelektual (pemikiran) tertentu yang menyebabkan gerakan
intelektual PC. IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta tidak menemukan arena
implementasi dan dialektikanya.
Posisi meletakkan kesadaran
berkader ini, tentu saja harus didukung oleh beragam peluang agar senantiasa
dapat dipahami dan digerakkan secara kontinyu. Berbagai peluang yang bisa
menjadi pertimbangan semua kader PC. IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta
setidaknya dapat terlihat sebagai berikut: pertama,
modal komitmen yang kuat antar kader. Disadari atau tidak—kini, setelah lebih
dari satu dekade berlalu. Beberapa kader murni—mereka yang merasakan perkaderan
PC. IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta, telah menampakkan hasil yang cukup
mengembirakan. Hal tersebut dapat terlihat dengan semakin besarnya radius
diaspora kader kedalam berbagai sektor profesi sesuai dengan kompetensi yang
mereka miliki. Bahkan dalam beberapa kesempatan para kader yang sudah poststructural
(alumni) ini seringkali mengadakan gathering
untuk sekadar membicarakan berbagai hal terkait perkembangan PC. IMM AR.
Fakhruddin Kota Yogyakarta itu sendiri. Termasuk, turut terlibatnya penyelesaian
tindak kekerasan yang pernah melanda kader PC. IMM AR. Fakhruddin Kota
Yogyakarta belum lama ini. Maka, dengan adanya modal senioritas dan komitmen
yang kuat ini—harusnya, jangan dipahami sebagai hal paradog oleh mereka yang
sedang kader. Melainkan sebagai bentuk penyamaan persepsi yang barangkali tidak
sama dimasing-masing generasi sehingga kadang membutuhkan penjelasan yang lama.
Intinya adalah bagaimana membangun spirit perjuangan bersama dalam lintas
generasi dan kekuatan rasa saling memiliki sebagai kader PC. IMM AR. Fakhruddin
Kota Yogyakarta. Selain itu, menurut hitungan Rijal Ramdani dan beberapa
beberapa pegiat MIM Indigenous School dalam sebuah pertemuan menyebutkan dalam
beberapa tahun kedepan PC. IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta dapat menghasil
beberapa orang berpendikan Doktor dan lebih 30 Master yang kini sedang menempuh
pendidikan berbagai kampus, baik dalam dan luar negeri. Tentu, hal ini menjadi
modal yang tidak bisa dipandang remeh sesama kader. Serta menjadi modal
akademik dalam berbagai peran intelektual C. IMM AR. Fakhruddin Kota
Yogyakarta.
Kedua,
proses perkaderan yang tertata rapi. Semenjak PC. IMM AR. Fakhruddin Kota
Yogyakarta hingga saat ini, regenerasi kepemimpinan tidak pernah mengalami
masalah yang menyebabkan kevakuman dan tidak berjalannya roda regenerasi
kepemimpinan. Barangkali, hal ini disebabkan jenjang perkaderan yang berjalan
dengan baik serta adanya standart operasional prodedur (SOP) yang mengatur
setiap proses perkaderan secara tertata tak lama setelah PC. IMM AR. Fakhruddin
Kota Yogyakarta berdiri. Pengalaman penulis pada saat mengisi Rakorda
Instruktur Jawa Tengah akhir tahun 2014 kemarin. Ternyata, SOP PC. IMM AR.
Fakhruddin Kota Yogyakarta menjadi bahan Komisi dalam acara tersebut. Entah
dari mana sumber panitia acara tersebut mendapatkan data SOP yang sama persis
dengan pernah penulis revisi bersama tim instruktur. Namun, yang jelas telah
terjadi kebocoran SOP yang selama ini cukup dianggap tabu untuk pihak luar,
sekalipun para peserta dalam sidang Komisi tersebut tidak bisa memahami alur
dan logika yang tertuang dalam SOP SOP PC. IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta
tersebut.
Ketiga,
makin tertatanya lembaga creative minority. Adanya lembaga khusus di PC. IMM
AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta yang sudah dijelaskan sebelumnya, seperti:
SEKIMM, MKM dan kegiatan rutin training politik (trapol) memberikan harapan
besar terhadap proses pengembangan kapasitas kader ditingkat Komisariat.
Sedangkan keberadaan MIM Indigenous School yang secara struktural sudah
terlepas dari PC. IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta dapat menjadi wadah
efektif terhadap kader dan pimpinan poststructural untuk mengembangkan
intelektual yang lebih akademis sekaligus dapat menjadi media riset dan
publikasi sebagaimana keinginan awal terbentuknya lembaga ini. Darwiatik
Sabista sebagai Direktur dan salah seorang pendiri MIM Indigenous School saat
diwawancarai (26/10/2014) tidak menyangka dan
terharu bahwa MIM Indigenous School dapat memasuki satu dekade dan tetap mampu
berkontribusi aktif kehidupan intelektual di tubuh IMM secara luas. Ia berharap
agar kedepan kader PC. IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta dan secara khusus MIM
Indigenous School tetap menunjukan peran kontributif terhadap kehidupan berIMM
dan berMuhammadiyah, sekalipun sudah tidak lagi aktif sebagai kader. Maka,
menjaga ritme gerakan dan evaluasi terhadap beragam agenda dimasing-masing
lembaga creative minority senantiasa harus dilakukan secara berkala.
Dari ketiga peluang yang
dimiliki PC. IMM AR.
Fakhruddin Kota Yogyakarta dapat menjadi bekal bagi semua kader. Sekalipun
membangun rasa bangga dan percaya telah menjadi bagian penting dalam keluarga
besar PC. IMM AR. Fakhruddin Kota
Yogyakarta. Namun, dari ketiga peluang tersebut ada tantangan yang harus
dihadapi. Tantangan tersebut setidaknya bisa terlihat sebagai berikut: pertama, disorientasi perkaderan dan
kepemimpinan. Penyakit disorientasi ini sebenarnya tidak hanya bisa menjangkiti
PC. IMM AR. Fakhruddin Kota
Yogyakarta, tapi IMM secara umum. Hal ini terjadi manakala sebuah generasi tidak bisa menangkap
spirit perjuangan yang telah dirintis dan dikonsep generasi sebelumnya. Dalam konteks ini
dapat terlihat dalam beragam agenda yang dilaksanakan nyaris diberbagai level
pimpinan berioentasi pada program kerja yang serba baru. Jadi bukan pada
optimalisasi dan evaluasi program para pengurus dan generasi sebelumnya, bahkan
tidak tidak jarang mengabaikan risalah hasil keputusan formal musyawarah. Jika
yang terjadi demikian maka, secara perlahan tapi pasti, semangat ikatan sebagai
organisasi perkaderan dan kepemimpinan akan hilang dengan sendirinya. Sehingga
tidak mengherankan jika dalam beberapa kali agenda kegiatan, kita menemukan
program yang tidak ada kaitan sama sekali dengan keberadaan IMM itu sendiri.
Kedua, memudarnya tradisi keilmuan. Sebagaimana telah
dijelaskan sebelumnya bahwa lahirnya PC. IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta tidak terlepas dari
tradisi intelektual yang ingin dibangun, sekaligus menjadi identitas gerakan
secara lebih tertata dan khas. Hal ini disebabkan oleh makin melebarnya jarak
pemikiran antar kader akibat bawaan identitas pemikiran tertentu yang dipandang
relevan dengan arus pemikiran kader IMM secara keseluruhan. Sehingga pada tahap
tertentu menggerus bangunan pemikiran yang telah dikonsep secara tersistematis
dalam tubuh PC. IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta. Maka, persoalan menemukan kaum intelektual khas
PC. IMM AR.
Fakhruddin Kota Yogyakarta dan Muhammadiyah secara spesifik akan terasa sangat
sulit akibat jebakan dan lebel tertentu yang telah dilekatkan dari pihak luar,
yang sebenarnya tidak mengetahui pasti tentang keberadaan pemikiran dan gerakan
IMM. Barangkali, keberadaan MIM Indigenous School yang belakangan
berkonsentrasi dalam menggalang alumni kader PC. IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta—khususnya yang telah
melaksanakan studi lanjut jenjang master dan doktoral untuk sama-sama
berkontribusi dalam terus mengembangankan iklim akademik dan tradisi
intelektual di PC. IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta.
Ketiga, masih adanya wacana teriorial IMM DIY. Persoalan teritorial
IMM DIY yang selama ini terus didengungkan oleh beberapa pihak yang sebenarnya
isu lama yang terus diwacanakan. Hal ini didasarkan pada komisariat dibawah
Pimpinan Cabang yang melintasi batas peta wilayah di DIY dan dasar keberadaan
kampus dimana Komisariat bernaung. Dalam kasus PC. IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta sendiri yang terdiri
dari Komisariat Gunung Kidul, PUTM (Sleman), Komisariat di UMY (Bantul), STIKES
‘Aisyiyah (Kota Yogyakarta dan Sleman) dan UMB (Sleman). Maka, dasar peta
wilayah dan letak kampus di DIY, tidak bisa dijadikan dasar adanya penataan IMM
DIY, sebab hal tersebut akan berhadapan dengan setidaknya dua hal yang cukup
prinsipil: pertama, aspek historis
kelahiran masing-masing Cabang. Dimana dinamika dan kesejarahan masing-masing
cabang IMM Se-DIY. Kedua, tersebarnya
letak kampus yang kurang merata yang rata-rata berada di Sleman atau Yogyakarta
bagian utara. Hal ini akan mengkibatkan penggemukan pada Cabang yang berada di
daerah Jogja bagian utara dan Kota Yogyakarta. Terlebih saat ini untuk daerah
Sleman ada 2 Pimpinan Cabang yakni PC IMM Sleman dan PC IMM BSKM, sedangkan di
Kota Yogyakarta ada PC IMM AR. Fakhruddin dan PC IMM Djazman Alkindi.
Inilah yang patut
dipikirkan oleh semua kader PC IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta, tidak hanya
untuk jangka pendek melainkan untuk jangka panjang. Sehingga kebanggaan yang
terbangun oleh semua lapisan kader dapat menjadi ruang gerak bersama dimasa
yang akan datang. Sebuah relasi ikatan emosional yang terbangun dan mengakar
kuat dalam tiap kader PC IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta.
Periode Kepemimpinan PC IMM Kota Yogyakarta
Kepemimpinan yang berlaku di
IMM, sama
halnya dalam
kepemimpinan dalam Muhammadiyah yakni kolektif kolegial. Dimana setiap
keputusan harus diputuskan secara kolektif ditingkat pimpinan dan bukan hanya
satu atau dua orang dalam kepengurusan. Sebab itulah, penggunaan personal
kepengurusan dalam tubuh IMM—menggunakan pimpinan: yang memiliki semangat
kerjasama kolektif, egaliter, transparan dan musyawarah mufakat. Namun, untuk
memudahkan dalam hal mengetahui kepemimpinan, selalu dihadirkan sosok “Ketua
Umum” sebagai sosok mengkomodir semua pimpinan yang menjadi pengurus. Keberadaan
periodesasi kepemimpinan dalam tubuh PC. IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta harus senantiasa
diketahui oleh semua kader. Sebab dengan mengetahui periode kepemimpinan dalam
tubuh PC. IMM AR.
Fakhruddin Kota Yogyakarta akan memudahkan para kader dalam memahami sejarah dan
gerakan PC. IMM AR.
Fakhruddin Kota Yogyakarta secara lebih runtut. Adapun periode kepemimpinan kepemimpinan
PC IMM Kota Yogyakarta dari periode awal hingga kini, sebagai berikut :
2002-2003/
2003-2004 Irvan Mawardi (Kader PK IMM FH
UMY)
2004-2005 Fauzi Fashri (Kader PK IMM Fisipol
UMY)
2005-2006 AS. Pattiradja (Kader PK IMM FAI
UMY)
2006-2007 Zain Maulana (Kader PK IMM
Fisipol UMY)
2007-2008 Ma’ruf Senja Kurnia (Kader PK
IMM FAI UMY)
2008-2009 Halim Sedyo Prasojo (Kader PK
IMM FE UMY)
2009-2010 M. Akhyar Yunus (Kader PK IMM FK
UMY)
2010-2011 Imam Mahdi (Kader PK IMM Fisipol
UMY)
2011-2012 Farkhan Lutfi (Kader PK IMM FAI
UMY)
2012-2013 Fahmi Firmansyah (Kader PK IMM
PUTM UMY)
2013-2014 Saladin Al Bani (Kader PK IMM
FAI UMY)
2014-2015 Hilmy Dzulfadli (Kader PK IMM FH
UMY)
Jika diamati secara seksama. Periode
kepemimpinan yang berjalan PC IMM Kota Yogyakarta cenderung berjalan begitu dinamis. Dimana berdasarkan
periodesasi kepengurusan di Pimpinan Cabang berdasarkan aturan IMM adalah satu
tahun masa kepengurusan atau kepemimpinan. Sekalipun, dalam masing-masing periode
kepemimpinan memilki dinamika dan tantang tersendiri. Hal ini menujukkan
bahwa—pola kepemimpinan dan perkaderan di kepemimpinan PC IMM Kota Yogyakarta
berjalan secara baik. Sebab, hakikat yang lebih luas dalam tubuh IMM adalah
bagaimana menyelaraskan keberhasilan penyelenggaraan perkaderan dan regenerasi
kepemimpinan. Inilah yang patut dijaga dan dilestarikan oleh segenap pimpinan
dan kader kepemimpinan PC IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta.
Bentuk penjagaan
terhadap dinamisasi periodesasi kepemimpinan di PC IMM Kota Yogyakarta harus disadari oleh
semua kader. Bahwa dinamisasi periodesasi kepimpinan merupakan salah satu
bentuk keberhasilan pengelolaan perkaderan yang berlangsung tiap tahun. Selain
itu, juga merupakan bentuk keberhasilan peran dari kaum kader yang sudah
demisioner (post struktural). Tentu hal ini, bukan hendak ingin menciptakan
kultur senior-junior. Melainkan lebih pada adanya check balances dari sebuah
jenjang kepemimpinan. Sehingga seorang pemimpin bukan berarti harus anti kritik
dari pendahulunya yang demisioner atau alumni, melainkan menerima lebih pada
sebanyak mungkin menerima berbagai saran kritik untuk menjaga konsistensi
gerakan kolektif—tidak hanya dalam waktu dekat, melainkan juga dalam jangka
panjang.
PENUTUP
Dinamika kehidupan di
IMM bisa dibilang memiliki momentumnya sendiri. Artinya, tidak bisa disamakan
satu dengan yang lainnya. Begitu pulang dengan kelahiran PC IMM AR. Fakhruddin
Kota Yogyakarta yang sudah melintasi satu dekade ini yang memiliki dinamika dan
momentumnya sendiri. Barangkali, itulah yang harus disadari oleh semua kader
yang pernah lahir dari tubuh PC IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta untuk
sama-sama membangun dan berkontribusi dalam tiap dinamika yang harus dihadapi
ikatan ini. Oleh sebab itu, kekuatan komitmen dan loyalitas masing-masing kader
seyogyanya dijaga, sehingga mampu memberikan harapan besar terhadap
keberlangsungan generasi yang selanjutnya. Segala bentuk peluang dan tantangan
juga harus senantiasa diperhatikan. Supaya gerakan dan peran PC IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta dalam berbagai
ranah dalam kian terasa. Apalagi, kini dengan makin gencarnya diaspora kader
kedalam berbagai sektor menuntut kejelian dan kontribusi semua pihak—untuk
saling bertukar informasi. Sehingga basis data kader dan luaran proses perkaderan
yang dilaksanakan PC
IMM AR.
Fakhruddin Kota
Yogyakarta memiliki dampak sistemik dimasa depan. Artinya, para kader yang
mengeyam perkaderan PC
IMM AR.
Fakhruddin Kota
Yogyakarta tidak sekadar mendapatkan lebel diri sebagai kader IMM yang komit dan loyal,
tetapi menemukan keluarga dan masa depan bersama—karena basis pola perkaderan
dan kepemimpinan yang sama.
Diakhir artikel ini, kami
hendak tutup dengan harapan masa depan yang (maaf) agak pragmatis dan ideologis.
Yakni, harapan adanya sebuah rumah/wisma yang menjadi tempat formal untuk laboratorium perkaderan kader PC IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta. Barangkali, harapan
pragmatis ini bisa dinamakan “Rumah Perjuangan”, yang didirikan melalui
semangat kebersamaan sesama kader dan keinginan mendorong kader untuk bisa
bekerja dan berkarya secara mandiri. Tentu saja, hal ini bisa dilakukan dengan
membangun kesadaran berfilantropi yang terhadap ikatan, khususnya PC IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta. Harapan ideologisnya,
kader PC IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta dapat menjadi bagian
dalam tiap dakwah dan perubahan yang dilakukan Muhammadiyah di masyarakat.
Maka, bangunan relasi yang kuat antara IMM dan Muhammadiyah seyogyanya tidak
luntur dalam berbagai tantangan kehidupan yang kadang seringkali berlawanan dengan
apa yang kita yakini. Serta PC IMM AR. Fakhruddin Kota
Yogyakarta masih ada hingga beberapa generasi setelah kita. Semoga!
PUSTAKA
Irvan Mawardi,
Sejarah IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta. Makalah.
Tidak Dipublikasikan
MIM Indigenous
School. 2009. Rahim Perjuangan.
Yogyakarta: MIM Indigenous School.
MIM Indigenous
School. 2013. Tak Sekadar Merah.
Yogyakarta: MIM Indigenous School.
Makhrus Ahmadi,
Aminuddin Anwar. 2014. Genealogi Kaum
Merah. Yogyakarta: MIM Indigenous School.
LPJ Musycab PC IMM AR.
Fakhruddin Kota Yogyakarta Periode 2006-2007
LPJ Musycab PC IMM
AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta 2007-2008
LPJ Musycab PC IMM
AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta 2008-2009
Sebagian LPJ Musycab
PC IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta 2009-2010
LPJ Musycab PC IMM
AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta 2010-2011
LPJ Musycab PC IMM
AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta 2011-2012
LPJ Musycab PC IMM
AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta 2012-2013
Laporan Hasil Musycab
PC IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta 2010-2011
Laporan Hasil Musycab
PC IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta 2011-2012
Wawancara dengan
Darwiatik Sabista 26 Oktober 2014 via SMS
Wawancara dengan Zain
Maulana 6 November 2014 via Telpon
Www.mimindigenous.blogspot.com
Pilot Project
Perkaderan DA IMM STIKES Aisyiyah Jogjakarta 2006 : https://www.youtube.com/watch?v=T-Bhc8Qe9cA diakses 11
oktober 2014.
Fascho Voice PC IMM
AR. Fakhruddin : https://www.youtube.com/watch?v=5_5qynROcHE
diakses 4 Januari 2015
0 komentar :
Posting Komentar