Pola Perkaderan Dasar Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM): Konsepsi dan Aktualisasi[1]

Oleh : Arif Widodo[2]
Pendahuluan
Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM), baik dalam aspek kelahiran (historis), ideologi serta gerakannya erat hubungannya dengan Muhammadiyah. IMM sebagai organisasi otonom  dari organisasi besar Muhammadiyah mempunyai tanggung jawab yang besar dalam mewadahi kader-kader muda Muhammadiyah (khususnya mahasiswa) dalam rangka membentuk generasi penerus Persyarikatan (Muhammadiyah), umat dan Bangsa.
Bercermin pada pendiri Muhammadiyah, KH. Ahmad Dahlan, yang mendirikan persyarikatan ini dengan misi awal pembebasan dari budaya sinkretis masyarakat Jawa, dikenal dengan TBC (Takhayul, Bid’ah dan Khurafat). Beliau dengan beberapa muridnya berjuang untuk memurnikan akidah Islam dan melepaskan manusia dari belenggu kebodohan pada waktu itu, dengan jalan tabligh dan pendidikan. KH. Ahmad Dahlan, tidak mendirikan Muhammadiyah seorang diri, namun beliau mendidik muridnya, mengajarkan ilmu agama, termasuk mengikutsertakan mereka dalam upaya memberantas TBC.
Dari sisi historis ini, Ahmad Dahlan telah melakukan proses perkaderan ditandai dengan dididiknya beberapa anak muda Kauman waktu itu, dengan harapan di kemudian hari mereka mampu meneruskan gerakan dakwah amar ma’ruf nahi munkar yang telah beliau bangun. Dan terbukti, dengan tetap berdirinya Muhammadiyah hingga satu abad—dengan segala kekurangannya—tak pernah lepas dari misi perkaderan yang telah Ahmad Dahlan mulai, bahkan sebelum Muhammadiyah lahir (secara formal).
Dengan latar belakang Muhammadiyah sebagai organsasi Islam dan sekaligus organisasi perkaderan, maka IMM merupakan wadah perkaderan Muhammadiyah dalam ranah mahasiswa. Sehingga, perkaderan tidak pernah terlepas dari IMM, sebagaimana “ayahnya” Muhammadiyah yang selalu melakukan proses perkaderan hingga umurnya memasuki abad kedua.
IMM sebagai Organisasi Perkaderan
Muhammadiyah, selain sebagai organisasi sosial keagamaan terbesar di Indonesia (bahkan dunia), juga merupakan organisasi perkaderan. Dalam Muhammadiyah kader mudanya dikelompokkan sesuai dengan differensiasi umur, bisa digambarkan:
SPM
Dengan gambaran seperti di atas, maka Sistem Perkaderan IMM merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Sistem Perkaderan Muhammadiyah itu sendiri, begitu juga ortom yang lain. Artinya, secara ideologis Perkaderan IMM idealnya harus sejalan dengan perkaderan Muhammadiyah sebagai induknya.
IMM sebagai organisasi perkaderan, harus menjadikan Al-Quran dan Sunnah sebagai landasan dasar dalam bergerak, sebagaimana Muhammadiyah dengan tetap berijtihad dan menolak taqlid buta. Proses perkaderan dalam IMM dibangun dengan internalisasi nilai-nilai Ikatan dan Muhammadiyah kepada kader, sehingga kader memahami ranah gerak dan peran mereka sebagai inti dari organisasi. Untuk membangun Muhammadiyah abad ke-2 dan abad berikutnya, perkaderan IMM harus diarahkan kepada pembangunan generasi muda Muhammadiyah, agar tidak mengalami disorientasi perkaderan.
Otokritik terhadap Perkaderan Muhammadiyah dan IMM
Dalam perjalanannya, Muhammadiyah memang tetap konsisten dalam melakukan perkaderan secara formal, dengan adanya Baitul Arqam dan Darul Arqam. Tetapi, seolah Muhammadiyah hanya berhenti pada tahap seremonial perkaderan (yang hanya berjalan kurang lebih 5-7 hari), belum adanya internalisasi ideologi secara komprehensif. Sehingga, output dari proses perkaderan tersebut hanya memahami sebagian kecil ideologi Muhammadiyah, atau dalam bahasa lain, hanya menangkap “abu” nya bukan “api” ideologi. Akibatnya pada sumbangsihnya terhadap persyarikatan yang kurang maksimal, bahkan yang lebih parah, ada kemungkinan masuknya ideologi “sempalan” dalam tubuh Muhammadiyah.
Hal tersebut akan juga mempengaruhi perkaderan Muhammadiyah dengan ortom-ortomnya. Karena, tidak tersampaikannya ideologi secara menyeluruh, maka dalam perkaderan ortom pun mengalami fragmentasi antara ortom satu dengan lainnya, terutama dalam memandang atau menafsirkan ideologi dan ranah gerak Muhammadiyah itu sendiri.
Adanya ketidakharmonisan komunikasi bahkan pengawasan terhadap ortom oleh Muhammadiyah, menjadikan ortom bukan lagi wadah perkaderan generasi muda Muhammadiyah. Lebih lanjut, kurangnya evaluasi Muhammadiyah yang komprehensif terhadap perkaderan ortom, menyebabkan output dalam memahami ideologi Muhammadiyah terbagi menjadi beberapa kelompok. Terdapat kelompok output yang memahami Muhammadiyah dengan cara yang kaku, eksklusif tidak kontekstual dengan realitas sosial yang terjadi. Bahkan, ada yang belum memiliki arah perkaderan yang jelas, ditandai dengan mandeg-nya proses perkaderan (menyebabkan kurangnya kader). Hal ini tidak menutup kemungkinan menyebar dan terjadi pada ortom-ortom yang lain, bahkan mungkin lebih buruk.
Setelah melihat keterputusan hubungan perkaderan dalam Muhammadiyah, akan sedikit menjelaskan kepada kita keterputusan yang dialami Dewan Pimpinan Pusat (DPP) IMM dengan struktur Pimpinan yang berada di bawahnya, terutama pada level akar rumput (grass root). IMM memang mempunyai Sistem Perkaderan Ikatan (SPI), namun buku tersebut belum sepenuhnya mampu memberika jawaban terhadap masalah disorientasi perkaderan yang ada dalam Ikatan. Meskipun memang, terdapat penjelasan mengenai jenjang perkaderan di setiap level, tapi dalam praksisnya belum mampu menghasilan output yang diharapkan (ideal).
Salah satunya yang mendasar perlu dilakukan adalah evaluasi total perkaderan mulai dari perkaderan dasar (DAD), perkaderan Madya (DAM) dan perkaderan Paripurna (DAP). Karena selama ini IMM (dan kemungkinan terjadi juga pada Gerakan Mahasiswa lain) tidak secara konsisten mengevaluasi ouput perkaderan di setiap level, baik perkaderan formal (utama) maupun khusus. Bukti adanya internalisasi ideologi yang kurang maksimal terlihat dari jumlah peserta setiap jenjang perkaderan yang selalu mengalami penurunan:
 SPM1
Selain itu, evaluasi menjadi penting ketika berbicara kapasitas masing-masing jenjang. Tanpa adanya evaluasi yang konsisten, tidak akan diketahui dengan jelas kualitas output masing-masing jenjang, sehingga mana yang kurang maksimal dan perlu diperbaiki, tidak teridentifikasi dengan baik.
SPM2
Tanpa adanya evaluasi pasca perkaderan formal, dalam jangka panjang akan mengakibatkan disorientasi gerakan yang akan berdampak pada generasi selanjutnya.  Evaluasi perkaderan sudah tidak dilakukan sejak lama, berarti sudah terjadi disorientasi gerakan dalam waktu yang lama, terutama yang berkaitan dengan perkaderan. Evaluasia akan membantu menjelaskan dimana “posisi” IMM saat ini, sehingga bisa diperbaiki posisi tersebut agar lebih baik di masa yang akan datang.
Konsep Perkaderan Dasar Sederhana dan Aktualisasinya
Dalam kritik sebelumnya, banyak hal-hal yang perlu dirumuskan secara serempak yang dilakukan oleh instruktur bersama pimpinan komisariat (bidang kader) si setiap level pimpinan dari setipa wilayah di Indonesia. Pada tulisan sederhana ini , ada konsep sederhana yang akan diajukan dalam perkaderan dasar dari pra-perkaderan à DAD à Follow Up. Skema bisa digambar sebagai berikut:
SPM3
Penjelasan setiap Fase:
  1. Pra Perkaderan: dilakukan dengan metode kultural terhadap kader yang berpotensi. Pimpinan Komisariat menganalisis calon kader yang potensial, baik yang background pendidikannya Muhammadiyah maupaun non-Muhammadiyah.
Pada fase ini, analisa yang mendalam perlu dilakukan untuk memastikan calon kader yang akan dijadikan kader adalah orang yang berkomitmen untuk memajukan IMM ke depan.
  1. Proses Perkaderan formal: proses ideologisasi yang dilakukan dalam DAD, penanaman ideologi IMM: internalisasi ideologi Muhammadiyah dan IMM secara komprehensif.
  1. Pasca Perkaderan: dalam hal ini, Follow Up dilakukan dengan pembagian kader yang dibawahi oleh Pimpinan Komisariat atau bidang kader.
Dengan format ini, secara struktural maupun kultural PK akan membina kader yang telah dibagi, sehingga internalisasi pada proses selanjutnya mampu dilakukan dengan mudah. Selanjutnya, pada proses pemetaan kader sesuai minat, bakat, dan potensi bisa diketahui dan diarahkan sejak dini.
[1] Tulisan ini merupakan tugas Narasi Progress dalam Darul Arqam Madya (DAM) IMM Cabang AR Fakhruddin Kota Yogyakarta, yang dilaksanakan di BLK-PAY 9-14 Juni 2014.
[2] Bidang Kader PK IMM FE UMY periode 2013-2014, aktif di Korps Instruktur PC IMM AR Fakhruddin Kota Yogyakarta.
Sumber : Repost dari Blog penulis (Klik)
Share on Google Plus

About PC IMM AR FAKHRUDDIN

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar :