Pejuang Revolusi Dihianati


Oleh : Wilda J.

Pada tanggal 17 November 2014 lalu presiden “terpilih” Jokowi Widodo telah mengumumkan harga kenaikan BBM (Bahan Bakar Minyak) , dan pada tanggal 18 November 2014 harga BBM bersubsidi resmi dinaikan. Beberapa alasan yang dikemukakan oleh pemerintah untuk menaikan harga BBM bersubsidi yaitu, subsidi BBM mengakibatkan bengkaknya APBN, subsidi BBM tidak tepat sasaran, pengurangan subsidi akan dialihkan ke sektor yang lebih produktif, dan lain-lain. Kebijakan pemerintah menaikan harga BBM yang dinilai sangat mendadak ini tentu menuai protes di semua kalangan masyarakat termasuk Mahasiswa yang juga merupakan bagian dari rakyat.

Dalam beberapa hari terakhir ini hampir seluruh gerakan mahasiswa, organisasi mahasiswa dan organisasi kepemudaan se- Indonesia telah tumpah ruah turun ke jalan untuk menolak kebijakan pemerintah menaikan harga BBM tersebut. Seperti di Yogyakarta, Solo, Semarang, Jakarta, Surabaya, Makasar, dan lain-lain. Tidak hanya pergerakan mahasiswa, organisasi mahasiswa dan organisasi kepemudaan saja, aksi turun ke jalan menolak kenaikan harga BBM juga dilakukan oleh masyarakat lain seperti Organisasi Gabungan Angkutan Darat (Organda) . Organda di Semarang telah melakukan aksi mogok kerja Nasional sebagai bentuk penolakan atas naiknya harga BBM bersubsidi.

Sudah menjadi hal yang pantas apabila rakyat, khususnya mahasiswa menjadi pengawal dan pengontrol kebijakan-kebijakan pemerintah yang nantinya akan memberi dampak juga bagi rakyat. Kebijakan yang baik dan berpihak pada rakyat akan didukung oleh rakyat, begitu pula dengan kebijakan yang buruk dan tidak berpihak pada rakyat tentu akan mendapatkan protes dan penolakan dari rakyat. Salah satu bentuk protes dari rakyat atas kebijakan pemerintah yang tidak berpihak pada rakyat adalah dengan cara turun ke jalan melakukan demontrasi yang nantinya bisa sampai ke telingah pemerintah dengan adanya media. Demontrasi adalah langka praksis yang dilakukan oleh rakyat sebagai bentuk kontrol atas kebijakan-kebijakan pemeritah.

Pada tahun 1998 menjadi puncak demontrasi, di mana seluruh pergerakan mahasiswa dan gerakan rakyat yang saat itu bersatu melawan rezim Soeharto dan berhasil menurunkan secara paksa Presiden Soeharto. Seluruh pergerakan mahasiswa yang masing-masing memiliki ideologi yang berbeda bergabung menjadi satu dan banyak mendapat simpati dan dukungan dari rakyat, sehingga saat itu revolusi benar-benar terjadi. Dari situlah bisa dinilai bahwa mahasiswa memiliki fungsi sebagai jembatan penyambung aspirasi rakyat dengan si pembuat kebijakan ‘pemerintah’ juga sebagai pejuang revolusi dan agen kontrol sosial. Demontrasi menjadi langka alternatif ketika pesan yang ingin disampaikan dalam demontrasi itu sampai ke pemerintah. Namun untuk sampai atau tidaknya pesan itu dipengaruhi juga oleh media.

Ketika berbicara tentang aspirasi memang tidak lepas dari media. Media merupakan instrument yang penting untuk digunakan sebagai penyambung aspirasi rakyat, yang dalam hal ini masuk dalam fungsi media sebagai fungsi informasi, yaitu yang memberikan informasi, menyebarkan berita kepada masyarakat dan nantinya akan sampai juga ke pemerintah. Demontrasi-demontrasi yang dilakukan oleh rakyat dan mahasiswa haruslah diberitakan dengan tepat dan benar, agar pesan yang disampaikan saat demontrasi sampai di telinga pemerintah dengan tepat. Demontrasi yang dilakukakn oleh para parlemen jalanan berupa tuntutan-tuntutan keadilan, akan di rasa sia-sia tanpa adanya media. Namun seperti istilah “senjata makan tuan” para parlemen jalanan yang berjuang menyuarakan aspirasi rakyat justru dinilai negatif dan sia-sia. Hal ini diakibatkan oleh media yang mempengaruhi pandangan masyarakat tentang demontrasi itu sendiri lewat pemberitaan-pemberitaan yang disajikan.

Selain memiliki fungsi untuk menginformasikan, media juga memiliki fungsi mempengaruhi, artinya media dapat memberi pengaruh positiv kepada masyarakat lewat pemberitaan-pemberitaan yang disajikan. Faktanya, fungsi media sudah bergeser lebih sempit ke fungsi ekonomi saja. Hanya sebatas untung rugi saja yang menjadi prioritasnya. Berita-berita yang disajikan oleh hampir semua media di Indonesia saat ini dipengaruhi banyak latar belakang seperti, ideologi, politik, ekonomi bahkan agama. Hal inilah yang menyebabkan media memiliki bingkainya atau yang biasanya disebut Framing masing-masing dalam menyajikan berita.

Media seharusnya bisa bekerja sama dengan para parlemen jalanan (Mahasiswa) yang telah menunujukan keberpihakannya terhadap rakyat dengan cara melakukan kritik terhadap pemerintah dengan turun ke jalan, akan tetapi kenyatannya tidak demikian. Pemberitan-pemberitaan terkait kegiatan demontrasi penolakan kenaikan BBM yang dilakukan oleh para mahasiswa beberapa hari terakhir ini, jauh dari harapan. Media diharapkan dapat meliput dengan benar, apa yang menjadi keresahan-keresahan rakyat yang harus disampaikan pada pemerintah, media seharusnya bisa menyampaikan tuntutan-tuntutan rakyat atas kebijakan pemerintah yang tidak berpihak kepada rakyat, media seharusnya menjadi jembatan untuk sampainya kritikan masyarakat kepada pemerintah. Namun kenyataanya, media hanya memberitakan hal-hal yang tidak esensial dari demontrasi tersebut.

Pemberitaan terkait demontrasi khususnya beberapa terakhir ini terkait penolakan kenaikan BBM yang mendadak, disajikan dengan tidak tepat. Banyak media yang memberitakan hanya dari sudut pandang kekerasan yang ada dalam demontrasi saja. Seolah media ingin membuat paradigma bahwa demontrasi merupakan tindakan yang “melulu” berujung pada kerusuhan dan kericuhan. Kejadian rusuh dan ricuh justru lebih menarik bagi para wartawan untuk dijadikan bahan tulisan beritanya. Jika kita amati, beberapa judul berita terkait demontrasi beberapa hari terakhir ini maka tidak sedikit berita-berita yang lebih menonjolkan kekerasan saat demontrasi. Media seakan ‘lupa’ menuliskan tuntutan-tuntutan untuk pemerintah yang yang dikoar-koarkan oleh masa aksi dan para orator saat demontrasi. Padahal para mahasiswa atau sekolompok rakyat yang turun kejalan menyampaikan tuntutannya tidak seenaknya saja membuat tuntutan itu. Tuntutan dan kritikan yang disampaikan tersebut sudah dikaji secara teoritis dan dianalisis secara , tentunya yang menjadi prioritas adalah rakyat.

Berita berita kekerasan dalam demontrasi telah mempengaruhi pandangan masyarakat terhadap demontrasi. Tidak sedikit masyarakat yang menilai bahwa demontrasi adalah langka yang sia-sia. Karena dengan demontrasi justru akan merugikan rakyat sendiri. Adanya bentrok, adanya rusuh dan menjadi penghalang lalu lintas di jalanan membuat rakyat tidak nyaman dan terkadang memandang sinis para mahasiswa dan sekelompok masyarakat yang telah memperjuangkan hak rakyat dengan melakukan demontrasi di jalanan. Hal ini juga yang lantas memunculkan pertanyaan, apakah demontrasi masih menjadi langka alternatif yang bisa tetap dilakukan.

Menjadi langka alternatif atau tidak, menurut saya, demontrasi masih menjadi salah satu cara yang solutif sebagai bentuk kontrol yang dilakukan oleh mahasiswa atau rakyat. Selain demontrasi, tentunya para agen kontrol sosial (mahasiswa) juga melakukan cara cara lain untuk menunjukan keberpihakannya pada rakyat. Terlepas dari itu semua, Media tetaplah harus menjalankan peran dan fungsinya dengan baik sebagai jembatan rakyat dengan pemerintah dan sebagai alat informasi yang faktual tanpa intrik-intrik tertentu. Tidak hanya mementingkan menarik atau tidaknya kemasan sebuah berita.
Share on Google Plus

About PC IMM AR FAKHRUDDIN

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar :