AGENDA GERAKAN MAHASISWA SEBAGAI PERGERAKAN OPOSISI SOSIAL


AGENDA GERAKAN MAHASISWA
SEBAGAI PERGERAKAN OPOSISI SOSIAL
Oleh: Nurkholis[1]


“Perlawanan terhadap kekuasaan adalah perjuangan ingat melawan lupa”
-Milan Kundera


Sejak zaman pra kemerdekaan, peran kaum intelektual sangatlah signifikan dalam proses membangun kesadaran masyarakat akan pemenuhan hak-haknya. Dimana dalam menyuarakan keberpihakannya tersebut, tidak jarang kaum intelektual beresiko mendapatkan intimidasi dari pihak-pihak yang memegang struktur kekuasaan. Hal ini pernah dialami oleh generasi pergerakan awal seperti Tjipto Mangunkusumo, Tan Malaka, bahkan Soekarno. Dalam hal ini tokoh-tokoh tersebut beberapa kali keluar masuk penjara karena diduga melakukan tindakan subversif. Hasilnya, pada tanggal 17 Agustus 1945 Republik Indonesia resmi diproklamasikan berkat kesadaran nasionalisme yang terbangun oleh pergerakan kaum muda bersama rakyat secara luas.
Pada masa kemerdekaan, kita pun mengenal istilah angkatan ’66, angkatan ’74, sampai angkatan ’98. Dalam hal ini, istilah tersebut identik dengan heroisme pergerakan mahasiswa dalam melancarkan aksi-aksi sosial melawan pemegang struktur kekuasaan. Saat ini, dimanakah seharusnya posisi gerakan mahasiswa di Indonesia? Pertanyaan ini penting untuk dijawab mengingat semakin biasnya posisi gerakan mahasiswa di tengah kebanggan akan romantisme masa lalu dan kebuntuan aspirasi masa kini.

Dimensi dan Sebab-Musabab Perubahan Sosial
Dalam mempelajari perubahan sosial, kita akan menemukan perbincangan mengenai faktor-faktor yang menimbulkan perubahan sosial. Perubahan sosial yang terjadi secara terus menerus tetapi perlahan-lahan tanpa kita rencanakan disebut unplanned social change (perubahan sosial yang tak terencana). Perubahan sosial yang demikian disebabkan oleh perubahan dalam bidang teknologi atau globalisasi. Ada juga perubahan sosial yang kita rencanakan, kita desain, dan kita tetapkan tujuan dan strateginya. Inilah perubahan sosial yang kita sebut planned social change (perubahan sosial yang terencana).[2] Artinya, masyarakat itu tidak berjalan secara statis dan akan selau berubah secara terus-menerus, baik itu telah direncanakan sebelumnya atau pun secara tidak terencana. Melihat perubahan sosial di Indonesia yang dirasa semakin menjauhi nilai-nilai humanisme, diperlukan semacam rekayasa sosial yang terencana untuk mengembalikan nilai-nilai tersebut.
Strategi perubahan sosial sangat bergantung pada apa yang kita anggap sebagai sebab-musabab terjadinya perubahan. Dalam sejarah, banyak teori mengenai sebab-musabab terjadinya perubahan sosial. Ada yang berpendapat bahwa masyarakat berubah karena ideas: pandangan hidup, pandangan dunia, dan nilai-nilai. Max Weber adalah salah satu penganut pendapat serupa. Dalam The Sociology of Religion dan The Protestant Ethic and the Spirit of Capitalism, Weber banyak menekankan betapa berpengaruhnya ide terhadap suatu masyarakat. Kedua, yang mempengaruhi terjadinya perubahan dalam sejarah itu sebenarnya adalah great individuals (tokoh-tokoh besar) salah satu pengikut teori ini adalah Thomas Carlyle yang menyatakan “Sejarah dunia...adalah biografi orang-orang besar...”. Menurut para pemikir semacam Carlyle, perubahan sosial terjadi karena munculnya seorang tokoh yang dapat menarik simpati para pengikutnya untuk melancarkan gerakan mengubah masyarakat. Ketiga, perubahan sosial bisa terjadi karena munculnya social movement (gerakan sosial).[3]
Berdasarkan faktor perubahan sosial di atas, gerakan mahasiswa dapat kita kategorikan sebagai sosial movement (gerakan sosial) dalam proses perubahan sosial. Dengan kategori tersebut, apa agenda gerakan mahasiswa dalam memahami dan melakukan perubahan sosial? Melihat posisi dan peran gerakan mahasiswa sebagai kaum intelektual dan agen perubahan sosial, seharusnyalah gerakan mahasiswa tetap didorong menjadikan relasi Negara-Pasar-Rakyat sebagai pembacaan kritisnya.

Gerakan Sosial Berbasiskan Kesadaran Keagamaan
Indonesia yang mayoritas penduduknya mengaku beragama Islam, seharusnya mampu menciptakan kondisi masyarakat yang sejahtera dengan menjalankan nilai-nilai ketuhanan dan perintah-perintah Tuhan. Realitas yang terjadi di tengah masyarakat justru bertolak belakang dengan misi turunnya Islam sebagai agama yang rahmatan lil ‘alamin. Hal ini dapat dilihat dari kontradiksi-kontradiksi yang terjadi di tengah masyarakat, terutama ketimpangan struktur sosial antara yang kaya dan miskin, memudarnya solidaritas sosial, korupsi yang semakin menjadi-jadi dan kontrdiksi-kontradiksi lain yang berimplikasi pada terciptanya kelas-kelas sosial.
Ketimpangan struktur sosial tersebut merupakan sebuah ironi bagi umat Islam Indonesia. Di satu sisi mereka menjalankan perintah Allah SWT dengan melaksanakan ritual-ritual keagamaan, tapi disisi lain mereka justru membangun dan membiarkan struktur sosial yang tidak memihak golongan mustadh’afin.
Melihat realitas tersebut, gerakan mahasiswa sebagai salah satu pilar perubahan sosial mempunyai modal penting dalam pemihakannya terhadap mereka yang termarjinalkan, yaitu tradisi intelektual kritis. Secara akar historis, Kyai Haji Ahmad Dahlan telah mempelopori tradisi intelektual kritis dalam memahami Islam. Beliau mampu menggugat cara pemahaman konvensional terhadap agama. Dalam hal ini beliau memahami surat al-ma’un secara liberatif dengan melahirkan corak keberagamaan yang transformasional, yakni refleksi teologis untuk aksi gerakan. Intellectual capital ini merupakan investasi yang sangat baik bagi gerakan mahasiswa dalam ikhtiarnya melakukan proses transformasi sosial.[4]
Munculnya cara pemahaman liberatif atas agama merupakan konsekuensi logis atas realitas yang timpang. Dalam hal ini, fenomena sosial dengan posisi struktur sosial yang timpang, berpotensi melahirkan gelombang gerakan yang bertujuan menyeimbangkan realitas sosial yang timpang tersebut. Tujuan ideal dari misi gerakan sosial yang demikian adalah sebagaimana misi Nabi yang diutus untuk:
Menyerukan kebaikan dan mencegah dari yang mungkar, menghalalkan segala yang baik dan mengharamkan segala yang buruk, dan membebaskan beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada manusia (Qur’an Surat Al-A’raf Ayat 157). Inilah misi Nabi dan orang-orang yang mengaku pengikutnya.
Melihat kenyataan bahwa mayoritas penduduk Indonesia mengaku beragama Islam, kesadaran akan misi Nabi seperti disebutkan di atas, berpotensi besar untuk melahirkan gelombang gerakan sosial yang bertujuan untuk membebaskan beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada masyarakat.

Agenda Gerakan Mahasiswa
Sebagai gerakan kaum intelektual yang berkesadaran keagamaan, gerakan mahasiswa selayaknya berupaya mengubah atau merombak struktur ekonomi dan kekuasaan yang korup. Dimana sebelum melakukan aksi-aksi sosial, gerakan mahasiswa lebih dahulu harus melakukan analisis sosial guna mencari model atau format gerakannya. Analisis sosial dilakukan bukan sebagai bentuk pemecahan masalah, melainkan untuk mendiagnosis masalah sosial guna dijadikan acuan yang lengkap dalam pengambilan keputusan atau tindakan pemecahan yang tepat. Dengan menjadikan relasi Negara-Pasar-Rakyat sebagai pembacaan kritisnya, gerakan mahasiswa membutuhkan pemetaan fakta sosial guna menentukan dimana tafsir pemihakan gerakan dan lapisan kelas mana yang menjadi orientasi gerakannya.
Berdasarkan pemaparan di atas, dibutuhkan alat analisa gerakan yang berangkat dari pemetaan terhadap piramida kekuasaan. Di bawah ini kita lihat model piramida kekuasaan dan di mana posisi gerakan mahasiswa sebagai gerakan oposisi sosial.
Piramida kekuasaan di atas menggambarkan bahwa dalam konteks Indonesia, elit lebih dominan didukung oleh kelas menengah. Kelas menengah yang diharapkan menjadi lapisan kritis menjadi kabur, karena peran mereka yang cenderung elitis. Dari lapisan menengah ke elit, domain yang bekerja yaitu civil society. Isu yang dibawa cenderung abstrak dan elitis, seperti HAM, KKN, Demokratisasi, Good Governance dan sebagainya. Isu strategis yang dimunculkan merupakan hak sipil-politik.[5]
Dimana posisi gerakan sosial (mahasiswa), Sudah jelas bahwa gerakan mahasiswa sebagai pergerakan oposisi sosial berorientasi ke basis rakyat dengan isu strategis yang lebih konkrit dirasakan oleh masyarakat, yaitu hak ekonomi-sosial-budaya. Persoalan ketimpangan ekonomi seperti upah buruh atau guru, pendidikan yang semakin mahal sehingga tidak terjangkau oleh kaum mustadh’afin, atau pun penggusuran menjadi arah advokasi bagi gerakan sosial. Dengan demikian, gerakan mahasiswa berposisi mengartikulasikan nalar kritis dan praksis gerakan pada domain rakyat yang saat ini tidak disentuh oleh pemerintah maupun elemen civil society.[6] Melalui pembacaan atas realitas sosial sebagaimana dijelaskan di atas, agenda yang harus diperankan oleh gerakan mahasiswa adalah dengan mengambil isu-isu strategis berupa hak ekonomi, sosial dan budaya yang lebih konkrit dirasakan oleh masyarakat.

Penutup
Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa gerakan mahasiswa merupakan salah satu elemen penentu dari sebab-musabab perubahan sosial. Dengan kenyataan bahwa mayoritas penduduk Indonesia mengaku beragama Islam, kesadaran akan pemahaman agama sebagai ideologi pembebasan berpotensi besar untuk melahirkan gelombang pergerakan oposisi sosial yang bertujuan untuk membebaskan beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada masyarakat.
Melihat posisi gerakan mahasiswa sebagai agen perubahan sosial, sudah seharusnyalah gerakan mahasiswa berupaya mengubah atau merombak struktur ekonomi dan kekuasaan yang timpang. Sedangkan sebagai kaum intelektual, selayaknyalah gerakan mahasiswa didorong menjadi gerakan sosial yang melihat relasi Negara-Pasar-Rakyat sebagai pembacaan kritisnya. Hal ini dilakukan dengan pemetaan fakta sosial guna menentukan dimana tafsir pemihakan gerakan dan lapisan kelas mana yang menjadi orientasi gerakannya. Dengan demikian, gerakan mahasiswa akan dapat mengartikulasikan nalar kritis dan praksis gerakan pada domain yang tepat, dalam hal ini terkait isu-isu strategis berupa hak ekonomi, sosial dan budaya sebagai agenda aksinya.
Dan semoga kita tidak pernah lupa, bahwa kita adalah agent of change. Karena hanya melalui gerakan yang massif, perubahan sosial yang kita cita-citakan dapat terealisasikan.

****
[1] Mantan Kabid Hikmah Pimpinan Cabang IMM AR. Fakhruddin Kota Yogyakarta, Periode 2007/2008.
[2] Rakhmat, Jalaluddin, 2005, Rekayasa Sosial: Reformasi, Revolusi, atau Manusia Besar, Bandung, Rosda, hal. 45-46.
[3] Rakhmat, Jalaluddin, Ibid. hal. 46-48.
[4] Lihat dalam paper Fashri, Fauzi, 2007, Dari Gerakan Islam ke Gerakan Sosial Islam.
[5] Fashri, Fauzi, Op.cit.
[6] Fashri, Fauzi, Ibid.
Share on Google Plus

About PC IMM AR FAKHRUDDIN

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar :