Habitus x Modal + Ranah = ROKOK


http://www.air-zone.com/images/cigarette_burning.jpg

oleh | Makhrus “cak krus” Ahmadi

Sengaja saya meminjam dan memplesetkan teori yang pernah dikemukakan oleh Piere Bourdieu (1930-2002). Yang benar dari teori diatas Habitus x Modal + Ranah = Praktek Sosial. Alasan saya memplesetkanya karena rasa penasaran dan seabrek pertanyaan tentang rokok. Meski saya dalam hal ini harus mengakui dulu juga seorang perokok aktif. Penjelasan dari judul diatas sebagai berikut, pertama, Habitus adalah sebuah kebiasaan yang yang muncul dari alam bawah sadar dan biasanya terjadi secara berulang-ulang, kebiasaan berkumpul, bertemu dan bersolislisasi (Piere Bordieu). Kedua, Modal disini bukan berarti selalu berbentuk uang, tenaga tetapi juga kesempatan, dimana modal ini menentukan kearah mana ia menuju kerena hal ini merupakan sebuah bekal menuju keniscayaan itu, sedangkan yang ketiga adalah Ranah yang merupakan tempat terjadinya perjuangan posisi, perjuangan memperjuangkan eksistensi kerena dengan adanya faktor yang ketiga inilah ia dapat merasa menjadi manusia super hero, manusia yang yang diakui eksistensinya. Kemudian dari ketiga faktor tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa penciptaan budaya atau praktek sosial dimulai dari sebuah kebiasaan atau habitus termasuk habitus rokok.
Habitus rokok terjadi karena sudah terbiasanya para pengguna rokok dan terbawa dibawah alam sadar. Dalam hal ini, Peranan iklan rokok yang menentukan itu semua yang tanpa ampun harus dapat menjejali siapa pun itu karena tujuan mereka tak lain adalah sebuah kesetiaan atau loyalitas. Makanya perusahaan rokok seperti A mild harus menggelontorkan duit yang iklan yang mencapai 144,16 miliar, Class mild 61,63 miliar, Star Mild 58,89 miliar, L.A. Lights 57,07 miliar, U mild 50,06 miliar X Mild 41,84 milar, bayangkan kalau itu semua (uang iklan diatas) digabung kemudian disalurkan kemasyarakat miskin, maka jelas sudah jumlah itu akan melebihi Bantuan Langsung Tunai (BLT) beberapa waktu lalu karena kenaikan harga Bahan Bakar Minyak.
Data BPS menunjukkan kalau masyarakat miskin cenderung mengorbankan uangnya tidak untuk membeli beras, susu, tahu dan daging demi mempertahankan diri dari kebiasaan menghisap rokok dan tak tanggung-tanggung produksi rokok 220-225 miliar batang merupakan hasil hisapan atau diserap oleh masyarkat miskin, bahkan di Indonesia saat ini menduduki posisi nomor 3 konsumsi rokok dunia, karenanya tak heran kalau omset perusahaan rokok sekaliber Djarum yang iklan rokoknya sering diidentik dengan orang tangguh dan petualangan mencapai 10 trliyun. Bagaimana mungkin perusahaan rokok dapat membangun gerakan sosial apalagi revolusi kalau dari segi keuntungan saja sudah tak rasional, benar-benar membawa sang bos rokok menjadi sang milyarder. Kemudian buruh dan rakyat miskin dinegeri ini hanya menjadi penonton atas kemapanan para bos pemilik pabrik rokok, hak mereka sebagai manusia merdeka lantas dilupakan.
Kapitalisme dinegeri ini sudah tertancap begitu kuat, pabrik rokok yang merupakan salah satu bagaimana kapitalisme itu bekerja dengan sempurna. Seorang kyai masih memperdebatkan masalah tentang keharaman rokok dalam perspektif agama dan hebatnya bungkus rokok ditempatkan satu kantong dengan tasbih yang digunakan untuk menyebut nama-nama dan kebesaran Tuhan, seorang aktivis masih ragu-ragu tentang kapitalisme rokok, seorang politikus masih enggan kalau pabrik rorok telah melakukan pelanggaran salah satunya HAM dengan kebiadaban asapnya, seorang pemimpin dan perangkat negara masih berdiam diri dan membiarkan pabrik rokok membunuh generasi bangsanya. Pabrik rokok menganggap kalau laba yang mereka dapat merupakan hasil dari kreatifitas dan keringat mereka, lantas apakah benar apa yang dikatakan oleh KarI Marx “Dinamika utama masyarakat kapitalis terletak pada perkembangan modal, modal berkembang dengan cara melakukan eksploitasi pada kelas pekerja. Tumbuh melalui penambahan alat-alat produksi dan pemakaian maksimal tenaga kerja. Hubungan inilah yang membuat kapitalisme tumbuh dan memperluas wilayahnya untuk mendapat alat produksi dan sekaligus penambahan konsumsi”. Pabrik rokok di negeri dianggap tak ubahnya seorang pahlawan yang harus di kenang dan dihargai, tak tanggung-tanggung musium kretek mereka dirikan hanya untuk mengenang siapa saja yang berjasa dalam mengembangkan usaha kretek dan pastinya kalangan pelajar termasuk anak TK yang harus menjadi penonton atas ketololan ini. Penguasa negeri ini memang menarik cukai dari bisnis biadab ini. Dalam bisnis rokok terdapat aturan, semakin besar jumlah batang yang diproduksi maka semakin besar persentase cukai yang harus dibayar. Kalau produksinya dibawah 500 juta batang/tahun cukainya 26 % dari harga jual, produksi 500-2 miliar batang pertahun dikenakan cukai 36 % sedangkan untuk 2 miliar batang dikenai cukai 40 % (lihat SWA 29 juni-9 juli 2006). Pendapatan cukai rokok untuk negara 38.53 triliyun hal inilah yang kemudian mengantar pabrik rokok HM. Sampurna pada tahun 2006 saja labanya 22.76 triliyun, pabrik rokok akan menaikkan harga jualnya ketika persentase cukai dinaikkan akibat jumlah kenaikan jumlah produksi. Keuntungan yang didapat tak dapat menyelasaikan dampak dari bisnis kebiadaban ini, apakah ada jaminan negara terlebih paprik rokok yang bersedia membiayai para penderita penyakit jantung atau impotensi akibat kebiasaan merokok?. Pabrik rokok tak hanya membuat racun tapi juga dapat mempengaruhi harapan dan bayangan akal sehat rakyat negeri ini terutama kalangan pemudanya
Perda (peraturan daerah) tentang larangan merokok di tempat umum yang dilakukan oleh pemerintah DKI merupakan langkah positif meski dalam aplikasinya masih tidak konsisten dengan komitem yang dibangun oleh pemerintah DKI mengenai pelarangan rokok, dengan bukti bahwa masih banyak para perokok yang dengan seenaknya merokok ditempat umum. Fatwa MUI tetang haramnya rokok sampai saat ini masih dalam perdebatan dan anehnya seorang ulama besar yang menentangnya, dengan berbagai dalih dan dalil terlontar dari bibir sang ulama dengan asik menghisap dan berpendapat untuk pembenaran merokok.
Ketika kapitalisme bertemu dengan pemerintah, politikus, cendikiawan dan agamawan dimana masing masing mempunyai kepentingan yang sama atau saling menguntugkan masing-masing pihak maka dapat dipastikan bahwa sebuah negara yang mempunyai daulat tak mempunyai masa depan. Hal ini bisa dilihat dalam kasus rokok ini, kapitalisme rokok bertemu dengan pemerintahan yang mandul, pemerintahan yang gila akan kekuasaan dan fasilitas didukung oleh politikus yang rakus dan tak bermoral kemudian mendapat pembenaran dari para cendikiawan yang patuh dan dibentuk oleh pasar dan sebagai bumbu pemanis dari semua itu kaum agamawan yang hanya memahami islam sebagai rentetan rutinitas keagamaan seperti shalat dan untaian doa menjadi pendukung dalih dan dalil demi kehalalan rokok ini. Bebagai penelitian tantang keganasan bahaya rokok mereka abaikan, kebiadaban kapitalisme rokok yang telah merebut ruang-ruang publik mereka sepelekan, hampir tak ada publik yang bebas dari iklan rokok yang bertujuan menciptakan kesetiaan dan loyalitas. Kemudian rakyat yang harus menjadi korban dari perselingkuhan ini, rakyat dijadikan hamba-hamba pasar bukan hamba-hamba Tuhan.
Kunci dari semua itu terletak pada kasadaran kita dalam menilai secara adil dan bijak tentang bahaya merokok dan kapitalisme rokok ini. Kesadaran kritis dan tranformatif yang kita butuhkan bukan kesadaran naif yang hanya berdiam diri tanpa perlawanan melihat penyiksaan dan ketidakadilan. Sebelum saya akhiri tulisan ini, Mari kita amati ruang publik mana yang bebas dari iklan rokok. Kelak kita akan berfikir bahwa selama ini telah terjadi ketidakadilan dan pelanggaran hak atas ruang-ruang public di sekitar kita.
Share on Google Plus

About PC IMM AR FAKHRUDDIN

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

1 komentar :

Nandria mengatakan...

rokok adl berhala kecil yg dipuja2 dan dipertuhankan secara tak lgsng olh para penikmatnya...
ayo buat gerakan anti rokok!igt bahayanya..