KEKUASAAN NEGARA DAN PERUBAHAN SOSIAL


Oleh | Mirza Sulfari

Menurut Aristoteles, Negara adalah persekutuan hidup . Sesungguhnya lahirnya Negara berangkat dari ungkapan bahwa Negara itu adalah persekutuan hidup yang bukan hanya sebagai instrument politis saja akan tetapi sebagai suatu instrumen bagi kekerabatan secara sosial dan Negara bukan semata-mata sebagai sekumpulan yang terorganisir dan memiliki peraturan. Akan tetapi suatu persekutuan hidup dalam suatu hubungan yang bersifat organik antara satu elemen dengan elemen yang lainnya seperti organisme. DidaIam bahasa Yunani disebut sebagai Koinonia (persekutuan) yang menunjukkan hubungan antara satu kesatuan masyarakat atau hubungan antara manusia. Dapat dianalogikan seperti suami-istri khususnya dalam perkawinan yang memiliki keterkaitan hubungan secara khusus dengan erat, sangat akrab, mesra dan lestari. Dengan mengatakan Negara itu adalah persekutuan hidup maka itu berarti keterhubungan yang sangat erat dalam satu Negara yang biasa disebut sebagai warga Negara harus bersifat khusus dengan erat, sangat akrab, mesra dan lestari hubungan mereka (warga negara) sebagai warga Negara yang berada didalam persekutuan hidup.
Itu merupakan konsep ideal Negara menurut Aristoteles. Akan tetapi jika diinfiltrasikan dengan konteks masyarakat sekarang khususnya di Indonesia kurang adanya kesesuaian antara konteks dengan teks yang ditawarkan oleh Aristoteles. Justru dalam konteks masyarakat sekarang Negara bukan sebagai keluarga yang erat, sangat akrab, dan mesra. Akan tetapi Negara secara khusus memisahkan hubungan dengan masyarakatnya dengan melalui regulasi-regulasi yang tidak berpihak kepada warga negaranya. Tidak harmonisnya hubungan antara Negara dengan warga negaranya yang erat, sangat akrab dan mesra. menurut Karl Marx lahirnya sebuah Negara karena adanya konflik antara kaum proletar dengan kaum borjuis. Negara melakukan diskriminasi social. Lemahnya perlindungan terhadap hak-hak kemanusiaan warga negaranya. masih banyaknya kemiskinan yang terjadi secara terstruktur dilakukan oleh Negara. Tidak dapat dibayangkan jika idealnya sebuah konsepsi Negara teraplikasi dalam kehidupan bermasyarakat khususnya di Indonesia.

Asumsi dasar tulisan ini,
Sebelum mengawali pembahasan mengenai Negara dan perubahan sosial. Yang pertama harus mengenal terlebih dahulu Apakah Negara itu? Selanjutnya apa hubungannya antara Negara dengan perubahan sosial dimasyarakat?
Pembahasan
Berbagai pemikiran dari klasik hingga kontemporer berbicara tentang Negara. Multi-interpretasi telah lahir dengan masing-masing pemikirannya dan kondisinya dalam suatu zaman. Para pemikir dari filsafat klasik hingga filsafat modern mencoba untuk mendefinisikan tentang Negara. Sebagai contoh pemikir Filsafat klasik seperti Plato mencoba untuk Menginterpretasikan (menafsirkan) Negara sebagai suatu bentuk keluarga dan dari filsafat modern seperti Karl Marx menjelaskan bahwa Negara merupakan sebuah entitas yang lahir dari konflik antara kelas pekerja dengan kelas proletarian, Anthoni Giddens dengan Negara kesejahteraannya dan Fukuyama dengan memperkuat Negara. Berbagai interpretasi konsepsi Negara telah lahir dari pemikir-pemikir yang menyesuaikan dengan kebutuhan zamannya. Mengawali interpretasi yang lahir untuk kebutuhannya konsepsi dan praksis secara politik. Menurut Plato, Negara merupakan suatu bentuk kekerabatan (keluarga) yang memiliki fungsi untuk mengkontrol kepentingan sosial masyarakat pada kehidupan sosial masyarakat.
Lahirnya konsep Negara atas suatu dasar masyarakat yang memiliki moralitas sosial yang tinggi dan terbentuk atas tali persaudaraan yang mengikat masyarakat social. Anggapan seperti itu yang menjadi suatu bentuk defines menurut pandangan si rahang besar (plato).
Negara yang menjadi bentuk ikatan kekerabatan keluarga yang memiliki tali persaudaraan dari tiap hierarki yang lebih tinggi hingga bagian-bagian (sub-hierarki) yang lebih rendah pun terintegrasi. Secara vertical maupun secara horizontal memilik fungsi sosio-kultural yang kuat. Kekuatan fungsi-fungsi sub-hierarki memiliki suatu kesempurnaan yang utuh dan bijaksana. Negara sebagai suatu sistem kekerabatan memiliki fungsi kontrol antara Negara dengan seluruh aktifitas sosial masyarakat. Meninjau lebih dalam Negara pada dasarnya mempunyai karakter sebagai kendaraan bagi manusia secara individu maupun warga Negara secara umum untuk mencapai bentuk kesempurnaan yang terikat (kesejahteraan). Manusia sebagai makhluk individu yang mempunyai kesempatan atau kemampuan untuk mengakomodir kepentingan publik dan bersama untuk melahirkan kecakapan, keterampilan dalam menampilkan peran sosialnya.
Negara dibentuk untuk menciptakan suatu hasil pelayanan kepada masyarakatnya sebagai warga Negara. Dan Negara harus memberi peran tanggung jawab untuk kepemilikan bersama dalam mewujudkan kesatuan atas misi kesejahteraan -walfare- bagi seluruh warga Negara sebagai bagian dalam Negara. Negara memiliki otoritas kekuasaan yang kompleks dengan melalui monopoli kekuasaan Negara. Sering terjadi selama ini penguasa sebagai aparatus Negara memiliki peran atas hak-hak individu sehingga menciptakan suatu polemik yang berkepanjangan yang sering disebut oleh Hobert sebagai “manusia berperang untuk melawan manusia”. Hak-hak individu yang dilakukan oleh Negara terakumulasi dalam penguasaannya atas hak-hak didalam institusi Negara seperti Perusahaan-perusahaan BUMN yang dimiliki oleh Negara sebagai pemegang hak otoritas. Tidak terpisahkan antara hak sebagai individu dengan hak publik. Sehingga berdampak pada krisis pelayanan terhadap masyarakat.
Berjalannya waktu konsep yang ditawarkan tidak lagi berjalan pada jalur idealnya sebuah Negara. Konsep yang ideal tersebut memiliki suatu antitesis dari hasil modernitas pemahaman mengenai Negara khusunya dalam peran pelayanannya yang menciptakan suatu bentuk depedensi pada Negara dengan masyarakat yang merupakan bagian dari negara. Depedensi tidak menjadi bentuk monopoli suatu Negara, akan tetapi menjadi suatu bentuk monopooli kepentingan antara Negara dengan masyarakat sekarang ini. Monopoli hegemoni antara satu Negara dengan masyarakat menjadi trand sekarang ini. Modernitas telah memonopoli seluruh kepentingan-kepentingan individu terhadap Negara khususnya Indonesia. Komoditi yang menjadi target hegemoni peran Negara di social masyarakat. Dasar adanya suatu bentuk monopoli kekuasaan “manusia berperang untuk manusia” yang menjadi bagian dasar dari adanya konflik antara Negara dengan masyarkatnya. Hasil yang dibangun oleh moderrnitas pengetahuan tentang Negara memberikan dampak pada suatu konsep structural-konflik. Dimana peran Negara mengakomodir seluruh kepentingan individu yang nantinya menciptakan suatu konflik vertical dari masyarakat melawan masyarakat. Seperti kejadian yang terjadi dibeberapa daerah di Indonesia. Contohnya : konflik Maluku

Perselisihan Negara dan perubahan sosial
Negara lahir atas lahiriah menusia untuk mencapai suatu kepentingan kesejahteraan sosial. Di abad 21 adanya suatu bentuk indikasi mengenai peran Negara yang pada sistem penguasaan kepentingan individu. Kepentingan yang begitu besar atau bersekala besar telah menciptakan deferensiasi moral. Kepentingan yang besar penguasa memeperkecil peran masyarakat dalam ruang-ruang sosial masyarakat. Dengan selalu menciptakan pengalihan kebutuhan masyarakat. Pengalihan ini melalui sistem yang dibangun oleh Negara untuk menciptakan kompleksitas permasalahan yang terjadi pada tataran sosial masyarakat.
Kepentingan penguasa yang mengatas namakan empowering (pemberdayaan) Negara maju terhadap kepentingan negara berkembang yang tereksploitasi atas hak-hak Negara yang berasal dari Negara-negara berkembang khususnya Indonesia. Melalui kecenderungan-kecenderungan yang diberikan oleh lembaga-lembaga donor atau keuangan intenasional seperti bantuan moneter internasional (IMF) dan bank dunia (worl bank) memberikan dampak yang signifikan terhadap peran Negara dan menurunkan campur tangan Negara pada kepentingan-kepentingan ekonomi Negara berkembang sehingga hak-hak individu (kepentingan pasar) yang akan memiliki peran penuh atas hak kepemilikannya. Perselisihan antara Negara maju dengan Negara berkembang diformulasikan dalam bentuk-bentuk bantuan moneter. Bantuan-bantuan tersebut memberikan suatu gambaran mengenai adanya suatu reformasi politik terhadap ekonomi politik pada Negara berkembang khususnya di Indonesia. Ternyata melalui reformasi ekonomi, politik justru menghasilkan suatu kesenjangan yang berlebihan terhadap sosio-kultural masyarakat Indonesia. Tumbuh berkembangnya tingkat kemiskinan masyarakat Indonesia menjadi suatu indikasi bahwa adanya kesenjangan secara ekonomi. Selain itu lemahnya peran pelayanan yang dilakukan oleh Negara kepada masyarakatnya sebagai bagian dari Negara,
Peran Negara yang seharusnya menciptakan kemandirian dan kekuatan sosial berbalik menjadi peran masyarakat yang memberikan pelayanan kepada Negara. Logika yang terbalik seperti itu dikarenakan melemahnya peningkatan peran Negara terhadap kebutuhan masyarakat atas kesejahteraan dan terkikisnya fungsi Negara sebagai suatu sistem pelayanan kesejahteraan masyarakat dengan menjadikan Negara sebagai suatu system pelayanan kesejahteraan bagi tamu tidak diundang seperti Bank dunia dan kroni-kroninya. Logika yang dibangun sekarang ini adalah masyarakat dituntut untuk memberikan kontribusi terhadap Negara dengan dalih mengenai loyalitasnya sebagai masyarakat, Bukan itu permasalahan yang terjadi. Yang terjadi sekarang ini adalah lemahnya fungsi kontrol Negara terhadap masyarakatnya. Indikasi mengapa pemerintah dikatakan lemah adalah. Pertama, Masih bebasnya korporatokrasi (Amien Rais : selamatkan Indoensia) yang bergentayangan bebas di Indonesia. Kedua, deregulasi RUU Penanaman Modal Asing (PMA) sehingga menimbulkan bebasnya para korporatokrasi, Ketiga, penurunan tingkat kesejahteraan. Keempat, peningkataan harga yang terjadi belum lama ini. Masih banyakanya peran-peran aparatur Negara yang melemahkan dirinya sendiri. Selain itu, indikasi peran Negara yang lemah dalam mempertahankan pelayanannya kepada masyarakat dengan melakukan investasi murah seperti penjualan asset-aset Negara sebagai contoh privatisasi BUMN yang telah dilakukan sekarang ini. Yang akan terjadi nantinya masyarakat akan semakin tidak merasakan kembali hak-hak pelayanan yang diberikan oleh Negara terhadap masyarakatnya. Kesemua itu merupakan salah satu rekayasa pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab yang diwakili oleh International Bank Institusi (IMF, Worl Bank, dll) dengan melalui Later Of intens (LOI) sebagai MOU bagi bantuan kepada aparatur negara.
Selain itu, aparatur Negara dengan kekuasaannya dan kekerasannya berkamuflase dalam ranah social masyarakat. Kamuflase itu berbentuk symbol-simbol kekuasaan yang diperankan oleh aparatur Negara. Seperti yang digambarkan oleh Fauzi Fasri dalam bukunya mengenai kekuasaan dan kekerasan simbolik yang dilakukan oleh pemerintah sebagai aparatur Negara, menjelaskan bahwa Perwujudan relasi kekuasaan dan kekerasan dilihat sebagai peristiwa yang melibatkan entitas-entitas fisikal, seperti tubuh para aktor, sarana-prasarana fisik, institusi, dan lainnya. Kekuasaan dan kekerasan masih diandaikan sebagai suatu interaksi yang terjadi dalam sebuah ruang konkrit dengan sumber daya yang konkrit pula (Fasri, Fauzi : kekerasan simbolik). Kekerasan yang dilakukan oleh pemerintah tidak hanya melalau hak preogratif seorang penguasa akan tetapi kekuasaan yang dilakukan oleh pemerintah dengan melalui peran kulturisasi kekuasaan seperti bahasa yang digunakan, wacana yang digulirkan oleh penguasa maupun dari gambar dan isu-isu yang di gelontorkan oleh penguasa di dalam suatu kepemimpinannya. Kebanyakan kesemua itu dianggap netral oleh masyarakat umum akan tetapi pada kenyataannya bahwa dibalik dari semua itu memiliki kepentingan-kepentingan para penguasa untuk mensosialisasikan dirinya ataupun kepentingan program yang belum terselesaikan. Sehingga kekuasaan dan kekerasan yang dilakukan oleh Negara membentuk peralihan sosial dari yang mengenal kekuasaan bukan sebagai sesuatu yang terstruktur melalui hak-hak Negara akan tetapi kekuasaan sebagai sebuah system symbol yang diperankan oleh aparatur Negara dan itu melegitimasi kebenaran atas hak Negara.

Daftar Pustaka

Rapar, J.H, “Filsafat Politik : PLATO, ARISTOTELES, AUGUSTINUS, MACHIAVELLI”, Rajawali Pers, Jakarta, 2002.
Fasri, Fauzi, “Pertautan Kekuasaan dan Kekerasan Simbolik”, Juxtapose, Jogyakarta.
Share on Google Plus

About PC IMM AR FAKHRUDDIN

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar :