Ilmu sebagai Masalah sosial


Mungkin tulisan ini sedikitpun tidak memiliki bobot akademis dari sudut pandang manapun. Namun tulisan ini hanya saya buat sebagai sarana mencurahkan ke-galau-an hati saya terhadap realita bangsa, Negara dan masyarakat kita yang mengesampingkan hati nurani serta moril atas nama materi.

Bukan saya ingin menyalahkan kepada pihak-pihak yg menjadikan materi sebagai parameter kesuksesan atau apalah. Namun 1 hal yang ingin saya katakan, Ketika Ilmu itu sebuah cahaya. Semestinya cahaya tersebut harus mampu memberikan pencerahan serta jalan keluar bagi kegelapan yang menyelimutinya. Namun semakin banyak tembok yang di bangun serta semakin tinggi gedung yang didirikan telah membuat cahaya-cahaya tersebut tersekat kotak-kotak kecil sehingga tak mampu memberikan cahaya bagi gelapnya malam di ujung gang-gang sempit serta ketidak mampuan pemerintah untuk memberikan “cahaya” atau cahaya itu sendiri bagi rakyatnya.

Kotak sempit yang saya maksudkan tadi ialah sebuah analogi ketika semakin berilmunya seseorang maka akan semakin menjauhlah orang tersebut dari masyarakat sehingga Ilmu (baca:cahaya) Semakin jauh dari rakyat dan menciptakan sekat sempit dan kegelapan di ujung lorong bagi rakyat yang terpinggirkan serta ilmu menjadi sebuah komoditi, alat monopoli serta alat legitimasi bagi kaum yang berpunya.

Dalam masyarakat modern seperti sekarang ini, Parameter materi menjadi parameter dasar akan status seseorang dalam kehidupan bermasyarakat. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka akan semakin tinggi pula penghormatan masyarakat terhadap orang tersebut, sehingga menciptakan strata sosial dalam masyarakat dan hal tersebut semakin di perparah ketika orang yang memiliki pendidikan tinggi itu hanya mementingkan nilai materiil daripada nilai moral. Sehingga ilmu yang dimilikinya hanya digunakan sebagai alat legitimasi untuk mencapai strata sosial yang tinggi tanpa memikirkan bagaimana seharusnya ilmu tersebut dapat bermanfaat dan berguna untuk masyaraat sekitar dan menjadi cahaya pembuka tabir kegelapan di tengah masyarakat. Namun terkadang kita jumpai banyak kaum intelek tersebut merasa Eksklusif dan “berbeda” dengan masyarakat sekitarnya sehingga menyebabkan mereka hidup jauh dari realita. Dan mungkin itu yang sedang dialami oleh negeri kita.

Memang Allah pun pernah berfirman bahwa orang yang berilmu itu memiliki derajat yang lebih tinggi dari pada yang lain. Namun apa seperti itu yang dimaksudkan dalam Al-quran? Memang saya tidak mendalami ilmu agama sehingga saya merasa tidak berhak dan tidak mampu menafsirkan ayat tersebut dalam kata-kata yang lebih mendetil, namun 1 hal yang ingin saya jelaskan yaitu tentang Fungsi Ilmu dalam menyelesaikan amanah sosial mereka.


Dilema Ilmu dan permasalahan sosial
Orang yang berilmu secara gamblang telah di ungkapkan dalam Al-quran bahwa mereka memiliki derajat yang lebih tinggi di banding yang tidak. Namun Mengapa banyak orang berilmu yang menggunakan ilmunya tadi sebagai alat legitimasi sebagai alat untuk mendapat pengakuan sosial belaka tanpa menuntaskan tanggung jawab sosial yang dimilikinya. Dalam sebuah hadis di sebutkan Bahwa Ilmu itu sebuah cahaya. Ketika kita berusaha merefleksikan tentang cahaya, maka kita harus faham apa fungsi dari cahaya tersebut.

Cahaya dalam kehidupan sosial merupakan sesuatu yang sangat-sangat penting, bahkan manusia tak mampu hidup tanpa cahaya. Sehinga cahaya menjadi hal pokok yang harus didapat manusia selain udara. Tanpa cahaya manusia akan buta dan tidak mampu membedakan apa yang baik dan benar. Ketika Nabi menganalogikan Ilmu itu seperti cahaya. Maka secara sepintas kita dapat menyimpulkan bahwa Ilmu itu hal yang sangat-sangat penting bagi manusia dan tidak dapat sedikitpun dipisahkan dari kehidupan sosial manusia. Namun bagaimana ketika manusia menciptakan tembok-tembok serta bangunan yang kokoh untuk menjadikan Ilmu tersebut sebagai komoditas serta alat legitimasi untuk mendapatkan pengakuan sosial dan dalam sekat, sehingga ilmu tak lagi menjadi cahaya yang mampu menerangi seluruh manusia tapi malah menciptakan gang-gang sempit serta lorong gelap yang hanya memberi cahaya remang bagi kaum papa dan membuat mereka termarjinalkan di ujung lorong sempit yang gelap.

Ilmu yang seharusnya menjadi hak setiap manusia telah menjadi sebuah komoditi ekonomi yang sangat menguntungkan dan sangat eklusif. Saya katakan menguntungkan karna fitrah manusia ialah mencari kebenaran, dan Ilmu salah satu alat untuk menentukan kebenaran sehingga setiap manusia secara harfiah akan mencari Ilmu. Dan realita sekarang ialah ketika ilmu yang seharusnya menjadi hak bagi seluruh manusia telah memiliki bandrol harga yang memberatkan bagi kaum yang hidup di gang sempit, apakah mungkin mampu memberi “cahaya” bagi seluruh manusia (bahkan di banyak kasus ilmu menjadi suatu hal yang tidak mungkin mereka dapatkan). Mengapa saya katakan eksklusif yaitu karna kaum berilmu menciptakan sekat tembok yang kokoh yang menyebabkan ilmu tersebut menjadi suatu hal yang susah untuk di nikmati dan menjadi alat legitimasi sekelompok orang yang tidak bermoral untuk mendapatkan pengakuan sosial.

Memang Islam pun menjelaskan tentang bagaimana pentingnya ilmu dan keutamaan bagi orang yang memilkinya. Namun apa yang terjadi apabila ilmu tersebut hanya menjadi alat monopoli bagi sekelompok manusia? Keterputusan pesan akan makna ilmu serta moral yang terkandung dalam ilmu tersebutlah yang biasa terjadi. Sehingga ilmu tersebut tidak lagi menjadi “cahaya” namun dalam banyak kasus ilmu menjadi “kegelapan” tersendiri bagi sebagian masyarakat karna ilmu tersebut hanya tergantung di awan dan tak mungkin jatuh seperti hujan.

Ketika ilmu menjadi sebuah komoditi, alat monopoli serta alat legitimasi, maka ilmu tersebut mengalami degradasi makna. Dimana ilmu tersebut yang seharusnya mencerahkan dan menunjukkan kepada kebenaran, Namun menjadi sebuah alat yang tidak lagi mencerahkan namun malah menjadi sebuah fenomena yang di anggap menyesatkan. (Mungkin kita sadari bahwa masyarakat kita sering berkata“Sekolah gak sekolah yo podo ae, urip tetep rekoso wong sarjana yo akeh sing nganggur. Masio sekolah sing dhuwur paling yo dadi koyo bapak e” yang artinya kira-kira demikian“Sekolah gak sekolah ya sama saja, hidup tetep susah banyak juga sarjana yang pengangguran walau sudah sekolah yang tinggi paling juga tetep seperti bapaknya.”)

Saya yakin degradasi makna ilmu tersebut bukan karna ilmu yang semakin tidak relevan dengan zaman karna saya yakin ilmu pun pasti berkembang dan menyesuaikan dengan zaman. Namun saya merasa degradasi makna tersebut dikarnakan  moral masyarakat yang mulai bergeser yang memaknai ilmu sebagai komoditi, alat monopoli serta alat legitimasi bukan lagi menjadi alat yang membebaskan serta untuk mencapai kebijaksanaan dan derajat yang tinggi. Pertanyaan seanjutnya ialah mengapa ilmu yang semestinya menjadi alat pembebasan dan mencapai kebijaksanaan malah menjadi sebuah alat yang menjadikan manusia sebagai Makhluk amoral?? Mungkinkan karna sekat, tembok dan bangunan yang membelenggu ilmu sehingga ilmu menjadi hal yang mahal dan tidak lagi menjadi hak yang dapat dinikmati oleh seluruh msayarakat.

Mungkin hanya sekian saya mengungkapkan kegalauan saya. Yang jelas yang ingin saya sampaikan ialah betapa ilmu itu tak lagi menjadi cahaya ketika di tangan orang-orang yang menjadikannya hanya sebagi komoditas tanpa mengambil makna dasar dari ilmu tersebut. Sehingga pesan luhur dari ilmu tidak tersampaikan namun malah terjadi degradasi makna dari ilmu tersebut.

Karna keterbatasan literasi , saya tidak ingin mengatakan tulisan ini sebagai tulisan ilmiah. Namun hanya sebagai curhatan seorang anak yang ingin menggugah orang lain akan salah satu dari sekian banyak masalah yang menghinggapi negeri kita. Dan saya harap tulisan ini akan mendapat respon dari teman-teman yang lain agar tercipta budaya berdialetika melalui tulisan.
Billahi fi sabililhaq, fastabiqul khoirat

Yasfi Alam Al-haq
Kabid kader IMM
Komsat Fisipol UMY

Share on Google Plus

About PC IMM AR FAKHRUDDIN

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar :