(Maha)siswa

kader
Oleh: IMMawan Apri tri nugroho

Engkau sarjana muda 
Resah mencari kerja
Mengandalkan ijazahmu

Empat tahun lamanya
Bergelut dengan buku
Tuk jaminan masa depan

Langkah kaki mu terhenti
Di depan halaman sebuah jawaban
(Iwan Fals – Sarjana Muda)

Simaklah potongan lagu di atas.Lagu tersebut adalah ciptaan Virgiawan Listanto atau yang biasa kita kenal dengan panggilan Iwan Fals.Potongan lirik lagu di atas adalah dari lagu yang berjudul Sarjana Muda.Lagu tersebut menggambarkan kehidupan mahasiswa setelah dia menjadi sarjana.Tentu kita tidak tahu apa yang akan kita dapatkan setelah kita menempuh masa studi selama sekian tahun di perguruan tinggi. Masa depan yang cerah sesuai harapan, atau sepotong kisah seperti lirik lagu di atas? Siapa yang tahu?

Ijazah, Harapan dan Realita

Sebagai kampus yang terkakreditasi sangat baik, tentu menjadikan kita punya harapan tinggi terhadap kampus ini.Terutama kepada ijazahnya.Nama kampus yang terakreditasi “A” dalam ijazah secara tidak langsung akan mengangkat prestise kita sebagai pribadi yang telah lulus dari perguruan tinggi tersebut. Tapi tahukah kawan-kawan, seberapa besar peran ijazah tersebut dalam membantu kita meraih masa depan? Atau ada yang dapat memastikan, bahwa dengan ijazah maka masa depan kita telah terjamin? Sementara ketika kita lulus dan mendapatkan ijazah, sebenarnya kita hanya satu dari sekian ribu mahasiswa yang juga mendapatkan ijazah di waktu yang sama atau bahkan lebih dulu dari kita dan dari kampus “A” yang lebih mentereng dari kita.

Namun sekali lagi, sebagai lulusan dari perguruan tinggi yang terakreditasi sangat baik tentu saja menjadikan kita sebagai seorang sarjana yang patut berbangga diri.Akan tetapi kawan-kawan, tidakkah kalian ketahui berapa jumlah pengangguran “terdidik” (baca:sarjana) di negeri ini? Menurut BPS (Badan Pusat Statistika) pada bulan Agustus tahun lalu angka pengangguran di Indonesia mencapai 7,98 juta jiwa.1 Dan dari sekian itu, 5,39% adalah pengangguran terdidik.2 Beberapa sumber mengatakan lain, akan tetapi tidak berselisih jauh. Tentu itu adalah jumlah yang tidak sedikit.Mengingat seorang sarjana adalah individu berpendidikan tinggi dengan bidang tertentu yang ditekuni, ternyata tidak serta merta menjadikan mereka mendapatkan pekerjaan dengan mudah. Tentu saja hal ini paradoks dengan harapan kita menempuh pendidikan di perguruan tinggi, yang mana kita berharap mampu meraih masa depan dengan lebih mudah.Namun tidak sedikit juga mereka yang menempuh pendidikan di perguruan tinggi pada akhirnya mampu meraih sukses sesuai dengan disiplin ilmunya.

Dunia “Maha”Siswa

Kawan-kawan, pernahkah suatu kali setelah kita menjadi seorang mahasiswa, kita mencoba untuk sebentar saja menengok ke sekeliling kita?Sekedar untuk membandingkan dan memastikan bahwa “YA, aku adalah seorang mahasiswa”.Setidaknya kita adalah individu yang berkesempatan menjadi mahasiswa dari beberapa orang di keluarga kita.Atau mungkin kita adalah individu yang beruntung menjadi mahasiswa, dibandingkan dengan beberapa orang di tempat tinggal kita?Atau barangkali kita hanya merasakan perubahan status dari siswa menjadi mahasiswa tanpa ada perasaan lebih?Sehingga yang terjadi pada kita hanyalah letupan emosi (kegembiraan) sesaat yang kemudian hilang tidak berbekas. Tanpa pernah kita sadari bahwa betapa beruntungnya kita bisa melanjutkan jenjang pendidikan hingga tingkat perguruan tinggi, sedangkan masih banyak saudara-saudara kita yangsusah payah untuk memenuhi kebutuhan pokok hidupnya (sandang, pangan dan papan), apalagi memikirkan tentang bagaimana mendapatkan pendidikan?

Sebelum lebih jauh, mari kita bicarakan tentang perubahan status yang terjadi pada diri kita, menjadi Mahasiswa.Menjadi mahasiswa tidak sekadar dimulai dengan dimulainya OSPEK atau MATAF kemudian berakhir dengan wisuda.Tidakkah akan terasa kosong ketika gelar Maha kemudian kita lalui dengan rutinitas yang tidak berbeda dengan ketika menjadi siswa? Secara sederhana tidak mungkin kita melalui masa studi kita di perguruan tinggi ini hanya dengan menjadi mahasiswa yang terikat oleh ruang kelas saja. Jangan sampai status kita sebagai Maha dan Siswa hanya berbeda dalam “label” saja, namun isinya masih sama. Sebagai contoh, ketika kita masih menjadi siswa banyak dari materi pelajaran diberikan kepada kita, kemudian kita harus menghafal dan mempelajari agarmampu lulus dari mata pelajaran tersebut. Tidak banyak ruang kreatif yang diberikan kepada kita untuk mengembangkan potensi kita untuk menjadi lebih dari sekedar yang diharapkan kurikulum.Begitu juga yang terjadi di dunia perkuliahan.Inilah kesalahan dunia pendidikan di negeri ini, peserta didik tidak mendapatkan cukup ruang untuk mengembangkan potensi yang mereka miliki.Peserta didik lebih sering disuruh untuk menghafal daripada didorong untuk mengembangkan potensi-potensi yang mereka miliki dalam pemecahan masalah (problem solving). Padahal realitas kehidupan yang akan mereka hadapi setelah lulus nanti tidak selalu seperti apa yang mereka pelajari di bangku-bangku ruang kuliah. Kehidupan ini bukanlah mesin yang bisa disetting dan direset begitu saja.

Kehidupan ini bukanlah komputer, yang kita bisa meng-install dan meng-uninstallprogram kemudian mereset perangkat begitu saja. Ada segi-segi dari kehidupan yang bangku kuliah tidak mengajarkan, sehingga “Ijazah” tidak bisa menyelesaikannya.Seperti masalah kesenjangan sosial, kesenjangan ekonomi dan pendidikan, semua itu terjadi di sekeliling kita.Ijazah takkan mampu menyelesaikan masalah tersebut.Apalagi ketika kita berpikir ijazah hanya sebagai perantara antara kita dan pekerjaan kita, sedangkan kita melupakan sendi-sendi kehidupan yang mengokohkan kita sebagai makhluk sosial.Sehingga kita pun tercerabut dengan sendirinya dari akar kehidupan kita.

Ijazah adalah simbol yang mewakili kecerdasan kognitif kita setelah kita menempuh kuliah sesuai disiplin ilmu masing-masing. Namun demikian, kecerdasan itu hanya berguna sejauh kita berada di dalam lingkungan yang kurang lebih sama dengan lingkungan di mana kita mendapatkannya. Karenanya ruang kuliah tidak selalu menyelesaikan permasalahan kehidupan, bahkan kadang terkesan mahasiswa tercerabut dari kehidupan masyarakat.Maka setiap mereka yang menjadi bagian dari masyarakat, dan terlibat dalam kehidupan bermasyarakat harus memiliki kecerdasan afektif.Kecerdasan yang berkaitan dengan emosi atau perasaan seseorang, melibatkan lebih dari satu individu.Sehingga menjadikan kita terlibat dalam kehidupan bermasyarakat.Kemudian kecerdasan di atas harus diimbangi dengan kecerdasan psikomotorik.Mental yang kuat dan kemampuan untuk mempengaruhi atau mengajak atau menggerakkan orang-orang disekitarnya, sehingga mampu menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang dihadapi secara bersama.Ketiganya adalah trikompetensi tak terpisah, sehingga kemudian menjadi karakter mahasiswa.

*Diagram Pembentukan Karakter Mahasiswa
gggg

Mahasiswa adalah salah satu elemen dari pemuda.Sebagai bagian dari pemuda tentu saja mahasiswa menjadi harapan dan penerus pembangunan bangsa.Apabila kondisi pemuda sekarang baik, maka baiklah bangsa itu nanti, namun demikian begitu juga sebaliknya apabila pemudanya buruk.Presiden pertama kita pernah berkata, “berikan aku tujuh pemuda maka akan ku guncangkan dunia”. Pemuda seperti apa? Tentu saja pemuda yang mampu berpikir dan berwawasan luas, setidaknya seperti Soekarno itu sendiri, yang tidak terikat kepada disiplin ilmunya saja, namun mampu berpikir tentang kebangsaan juga.Sebagai mahasiswa kita harus mampu berpikir secara menyeluruh, mempunyai wawasan yang luas tidak terbatasi oleh sekat-sekat ruang kuliah kita. Pada saat seperti ini lah kita harus berpikiran bahwa tidak hanya almamater kita saja yang terakreditasi A di dalam ijazah kita nanti, tetapi diri kita juga demikian, harus memantaskan diri untuk mempunyai karakter yang terakreditasi A. Sehingga ijazah kita pada akhirnya tidak hanya menjadi jembatan bagi diri kita dengan pekerjaan semata, akan tetapi juga menjadi jembatan kemaslahatan bagi orang-orang di sekeliling kita. Sehingga A adalah bukan “A”staghfirullah, melainkan “A”lhamdulillah yang diucapkan setiap orang yang mendapatkan manfaat dari keber-Mahasiswa-an kita.

Note:
2) Berita Resmi Statistik No. 38/05/Th. XVII, 5 Mei 2014
Share on Google Plus

About PC IMM AR FAKHRUDDIN

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar :