Polemik RUU Pilkada “Mundurnya Demokrasi di Indonesia”

IMMawan  Tedy Wahid
Pimpinan Cabang IMM AR Fakhruddin Kota Yogyakarta
Mahasiswa Ilmu Pemerintahan UMY angkatan 2011
http://static.skalanews.com/media/foto/RUU_PILKADA.jpg

Runtuhnya rezim Soeharto pada tahun 1998 yang mengawali masuknya era reformasi membawa perubahan yang sangan baik bagi bangsa Indonesia. partai-partai politik mulai banyak bermunculan dengan beraneka ragam idiologi yang dianut dari setiap masing-masing partai politik tersebut. Ini merupakan sebuah awal demokrasi yang cukup baik di Indonesia dengan diadakanya pemilu langsung yang saat itu dimenangkan oleh PDIP. Memasuki tahun 2004 setelah adanya amandemen UUD 1945 maka pemilihan presiden dan wakil presiden dipilih langsung oleh rakyat. Tak hanya sampai disitu, detelah dikeluarkanya UU No 32 Tahun 2004 kepala daerah pun dipih langsung oleh rakyat.

Partisipasi masyarakat dalam setiap pelaksanaan pemilu pun semakin meningkat, ini artinya bentuk kepedulian masyarakat sudah sangat tinggi terhadap perpolitikan di Indonesia. Sungguh ironi ketika angka partisipasi masyarakat yang sudah cukup tinggi dalam menyalurkan hak untuk memilih calon pemimpin mereka sendiri akan direnggut oleh RUU Pilkada yang akan akan segera ditetapkan. Kepala Daerah yang semula dipilih oleh Rakyat, namun jika RUU ini di sahkan maka secara otomatis kepala daerah akan dipilih oleh DPRD sehingga masyarakat tidak dapat lagi menggunakan hak pilihnya untuk memilih kepala daerah mereka masing-masing. Jelas sekali ini merupakan sebuah kemunduran Demokrasi yang sangan mencolok di Indonesia setelah pada tahun 1998 bangsa Indonesia berjuang guna memperbaiki sistem di Indonesia dengan diadakanya pemilu langsung sebagai bentuk partisipasi masyarakat dalam menyalurkan suaranya.

Mahalnya biaya dan maraknya money politic dijadikan alasan utama dalam RUU tersebut. Sebenernya untuk masalah biaya yang sangat besar bisa diatasi dengan cara diadakanya pemilu serentak sehingga itu nanti efektiv dalam menekan biaya pelaksanaan pemilu. Money politic akan sangat jelas terjadi ketika kepala daerah dipilih oleh DPRD, calon kepala daerah yang memiliki basis partai yang kuat serta memiliki modal yang banyak lah yang akan memenangkan pertarungan pemilihan kepala daerah di DPRD. Hal ini terjadi karena memang berbalas kepentingan dan keuntungan antara calon kepala daerah dan ini akan berdampak hilangnya kepala daerah yang idealis.

Jika diamati lebih mendalam RUU ini diusung oleh Koalisi Merah Putih yang memiliki suara sangat besar di tingkat DPRD. Kepentingan-kepentigan politik koalisi merah putih yang dibawa sangatlah besar dalam merebut kekuasaan walaupun tidak mendapatkan presiden tapi berusaha menguasai posisi-posisi penting dalam DPR dan kepala daerah. Sebenarnya RUU Pilkada ini bertentangan dengan BAB VI pasal 18 ayat 4 UUD 1945 yang berbunyi “Gubernur, Bupati dan Walikota masing-masing sebagai kepala pemerintahan daerah provinsi, kabupaten, dan kota dipilih secara demokratis” makna demokratis disini memanglah sangatlah luas, namun jika berkata kepada demokrasi maka memang kepala daerah tersebut dipilih langsung oleh rakyat, hal ini karena dalam demokrasi sendiri adanya partisipasi masyarakat dalam menjalankanya.

Jika kepala daerah dipilih oleh DPRD maka makna demokrasi itu sendiri akan hilang karena rakyat tidak dapat ikut serta dalam pelaksanaanya. Sidang yang sering dilakukan DPRD bersifat tertutup, lalu jika kepala daerah yang dipilih DPRD melalui sidang tertutup maka taka da trasparansi yang jelas kepada masyarakat dan akan terjadi KKN yang sangat besar didalamnya dan ini sangatlah jelas jika RUU ini disahkan untuk pemilihan kepala daerah di pilih oleh DPRD maka bisa dikatakan demokrasi di Indonesia mengalami kemunduran.
Share on Google Plus

About PC IMM AR FAKHRUDDIN

This is a short description in the author block about the author. You edit it by entering text in the "Biographical Info" field in the user admin panel.
    Blogger Comment
    Facebook Comment

0 komentar :